Kamis, 28 September 2017

Bintang Terang-Benderang tentang Ahlussunnah Wal Jama'ah (Ke-2)



(Terjemah dari: في تحقيق المسمى بأهل السنة و الجماعة , ألكواكب اللماعة  )
(Bagian ke dua)

Dan sudah menjadi maklum bahwasanya para Imam Empat itu memiliki penguasaan yang lebih sempurna (daripada yang lainnya) dalam hal urusan aqidah, hadits-hadits Nabi, dan amal-amalan bathiniyah, sebagaimana yang tampak jelas bagi orang yang menghayati perjalanan hidup mereka tersebut. Hanya saja dikarenakan ilmu fiqh adalah yang terpenting di zaman itu maka mereka lebih banyak bergelut pada cabang ilmu itu. Adapun pabid'ahan-pabid'ahan dan nafsu keangkara-murkaan dalam urusan aqidah dan obat penawar hati, walaupun memang ada di zaman mereka itu akan tetapi gejala keburukannya belum beredar luas ke seluruh penjuru bumi serta belum besarnya bahaya pada seluruh umat manusia. Dan baru kemudian setelah Imam Empat itu tiada bertambah maraklah kesesatan dan pabid'ahan itu secara kuat dan meluas. Nafsu angkara-murka itu berhamburan dan menebarkan keburukan ke seantero jagat.

Pada zaman seperti itulah para imam-imam agama dari kalangan tokoh-tokoh madzhab empat tegak membela dan menjaga apa yang telah menjadi pedomannya, yaitu nilai-nilai aqidah yang telah pegangan Salafus sholeh. Sehingga pada saat dimana urusannya sampai pada Imam Abil Hasan 'Asy'ari (260-324 H) dan Imam Abi Manshur Maturidi (333 H) Rodliallohu anhuma. Mereka tegak membela dan menjaga apa yang para imam empat anut, yaitu perjalanan hidup Nabi Besar Shollallohu 'alaihi wa sallama dan perjalanan Para Shohabatnya  menganut madzhabnya Imam Abi Hanifah Rodliallohu 'anhu, sebagaimana yang akan dijelaskan kemudian. Mereka berdua mendapatkan citra tertinggi menurut pandangan masyarakat (muslimin). Mereka tercukupkan oleh madzhabnya kedua Imam tersebut. Maka jadilah mereka dua kelompok, Kaum 'Asya'iroh dan Kaum Maturidiyah. Kedua kelompok ini di antara firqoh-firqoh muslimin menjadi khusus di dalam tradisi keilmu'an untuk penamaan Ahlussunnah wal Jama'ah, sebagai pembedanya dari Kaum Mu'tajilah dan aliran-aliran bid'ah dan hawa nafsu yang lainnya.

Dan tatkala Ahli hadits dan Tashowuf terbukti tidak ada perbedaan dengan Kaum 'Asya'iroh dan maturidiyah maka mereka juga termasuk kedalam nama ini, yaitu Ahlussunnah Wal Jama'ah sebagaimana  

FASAL  I  Tentang Penjelasan Kelompok Orang yang dikatakan Kaum Ahlussunnah Wal Jama'ah
 
Berkata Syekh Syamsudin Muhammad Romly (1004 H) dalam kitab Syarah Minhaj, " Ahli bid'ah adalah orang yang dalam aqidahnya menyalahi apa yang menjadi dasar pegangan oleh Ahlussunnah, yaitu apa yang menjadi dasar pegangan oleh Nabi Besar  Shollallohu 'alaihi wasallama, para sahabatnya dan generasi setelahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Ahlussunnah di masa-masa terakhir ini adalah kedua Imamnya –yaitu Imam Abul Hasan 'Asy'ari (324 H) dan Imam Abu Manshur Maturidi (333 H)- dan para pengikut kedua Imam tersebut.  "

Berkata Al'alamah Sayyid Murtadlo Zabidi (1205 H) pada fasal ke dua dari muqodimah syarah kitab Qowa'idil 'Aqo'id dari kitab Ihya, " Dimana-mana dilontarkan kata Ahlussunnah wal jama'ah maka yang dimaksud adalah 'Asy'iroh dan Maturidiyyah".

Berkata Syekh Khoyali di dalam hasyiahnya pada syarah 'Aqo'id Annasafiyyah (buah karya Imam Najmuddin Umar bin Muhammad an-Nasafi, w. 537 H), " 'Asya'iroh adalah Ahlussunnah wal Jama'ah. Inilah merupakan yang masyhur di daerah-daerah Khurasan, Iraq, Syam (Siria) dan mayoritas penjuru negri-negri Islam. Sedangkan di daerah-daerah Sebrang Sungai kata itu suka dilontarkan untuk Maturidiyah, yaitu para sahabat Imam Abi Manshur"

Dan berkata Imam Kustulli (w 901 H) di dalam hasyiyyahnya pada kitab syarah yang sama, " Yang Masyhur dari (isthilah) Ahlussunnah wal Jama'ah di daerah-daerah Khurasan, Iraq, Syam (Siria) dan mayoritas penjuru negri-negri Islam lainnya adalah Golongan 'Asya'iroh, yaitu para sahabat Imam Abi Hasan Asy'ari R.A. Beliau merupakan orang pertama yang bertentangan dengan Aba 'Ali Jubai (303 H) dan keluar dari madzhabnya, kembali pada Assunnah, yaitu  perjalanan Nabi Besar Shollallohu 'alaihi wasallama, dan Jama'ah, yaitu perjalanan Para Sahabat-nya Rodliyallohu 'anhum. Dan yang masyhur dari kata itu di daerah-daerah Sebrang Sungai adalah Golongan Maturidiyyah, para sahabat Imam Abi Manshur Maturidi. Di kedua golongan ini memang ada sedikit perbedaan tentang beberapa masalah usuluddin seperti masalah Takwin, masalah istitsna', masalah imannya muqolid. Namun para ulama ahli tahqiq dari kedua golongan ini tidak membangsakannya pada bid'ah dan sesat. "

Dan berkata Syekh Ibnu Subki (727-771 H) dalam syarah kitab 'Aqidah Ibnul Hajib "Ketahuilah bahwa Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah seluruhnya sepakat pada satu aqidah tentang apa yang wajib bagi Allah SWT, para rosulnya, dan para malaikatnya serta apa yang jadi kewenangan Allah dan rosul-rosulnya, dan apa yang mustahil pada Allah Ta'ala, pada rosul-rosulnya dan malaikat-malaikatnya, Walaupun ada perbedaan di dalam tata-cara pengambilan dalil dan method-methode pencapaiannya atau di dalam limmiyyah (alasan-bagaimana) suatu perkara menjadi demikian. Maka Secara global, Mereka itu -menurut hasil penelitian- adalah ada 3 golongan :

1.      Golongan Ahlul Hadits, sumber-sumber pijakannya adalah Dalil-dalil Sam'iyyah (naqli), yakni Kitab Suci Alqur'an, Sunnah dan Ijma.

2.      Golongan Ahli pemikiran akal dan olah pikir. Mereka adalah 'Asy'ariyyah dan Hanafiyyah, yang Guru besarnya masing-masing adalah  Imam Abul Hasan 'Asy'ari dan Imam Abu Manshur Maturidi. Merekalah yang sepakat dalam sumber-sumber dalil 'aqli bagi setiap capaian yang dibutuhkan di dalam pengambilan masalah syara. Merekalah yang sepakat dalam sumber-sumber dalil naqli di dalam perkara yang dicapai akal dalam hukum kebolehannya saja dan dalam sumber-sumber dalil 'aqli dan naqli di luar perkara tersebut tadi. Mereka  sepakat dalam semua yang bersifat keyakinan kecuali dalam masalah takwin dan masalah taqlid.

3.      Ahlul Wijdan wal Kasyaf. Mereka adalah Kaum Shufi. Sumber pijakannya adalah sumber pijakan yang dipakai oleh golongan ahli pikir dan Ahli Hadits pada tahap permulaannya dan  oleh Ahlul kasyaf wal Ilham pada tahap akhirnya."
Harus diketahui bahwa masing-masing kedua Imam itu – Imam Abil Hasan dan Imam Abi Manshur Rodliallohu 'anhuma wa jazaahuma 'anil Islam khoeron -  samasekali tidak membuat pendapat yang baru dan tidak pula membuat suatu madzhab tersendiri darinya. Sesungguhnya mereka hanya sebagai deklarator (Muqorrir) bagi madzhabnya Kaum Salaf dan sebagai pembela bagi faham yang telah dianut oleh Para Sahabat Rosullulloh Shollallohu 'alaihi was sallama. Imam Yang pertama tegak membela dengan topangan nash-nash madzhab Imam Syafi'I serta apa-apa yang terkandungnya, yang kedua tegak membela dengan topangan nash-nash Madzhab Abi Hanifah serta apa-apa yang terkandungnya. Keduanya gencar berargumentasi menghadapi para penganut faham bid'ah dan sesat sampai tidak berkutik dan kehabisan perkataan dan pada kabur terbirit-birit dan kocar-kacir. Nah tindakan demikian itulah pada hakekatnya merupakan Jihad yang sejati, yang tadi telah diisyaratkan (dalam perkataan Sayyid Murtadlo Zabidi). Pembangsaan Ahlussunnah wal Jama'ah pada nama kedua Imam tersebut itu hanyalah memandang bahwa sesungguhnya masing-masing dari kedua Imam itu sekedar membangun ikatan berdasarkan jalan yang dianut Kaum Salaf, memegang erat dan menegakan Hujjah-hujjahnya dan bukti-bukti kebenarannya berdasarkan jalan tersebut. Dengan demikian maka orang yang mengikutinya dalam jalan pijakan serta dalil-dalilnya itu semua akan dinamakan 'Asy'ari atau Maturidi.

Diceritakan oleh 'Izzuddin bin Abdissalam (577-660 H) bahwa sesungguhnya 'Aqidahnya Imam 'Asy'ari telah diijmakan oleh golongan ulama Syaf'iyyah, Malikiyyah dan Hanafiyyah serta begitu pula oleh tokoh-tokoh utama ulama Hanabilah. Bersetuju dengan beliau terhadap hal ini seorang ulama yang semasanya, Syekh-nya ulama Malikiyyah, yaitu Abu 'Amr ibnul Hajib (w 646 H). Demikian pula halnya dengan Syekh-nya ulama Hanafiyyah, yaitu Jamaluddin Hushaeri (w 636 H). Imam 'Izzuddin bin Abdissalam juga mendapat pengakuan terhadap hal itu dari Taqiyyuddin Subki (685-756 H) menurut apa yang dikutip putranya, Tajuddin Subki (727-771 H). Dan Dalam perkataan Syekh Abdullah Mayuriqi ada terdapat kata-kata berikut, "Kaum Ahlussunnah dari Golongan Malikiyyah, Syafi'iyyah, dan mayoritas Hanafiyyah dengan menggunakan bentuk kata-katanya Imam Abil Hasan 'Asy'ari mereka melakukan pembelaan dan dengan menggunakan bentuk hujjahnya Beliau pula, mereka berhujjah."

Kemudian beliau menambahkan pula, "Bukanlah Abul Hasan itu Ahli Kalam pertama yang menggunakan konsefnya Kaum Ahlussunnah. Namun Beliau Hanya menempuh  perjalanan para pendahulunya atau berdasarkan topangan sebuah madzhab terkenal yang kemudian Beliau menambahkan sisi hujjah dan penjelasannya bagi madzhab tersebut. Beliau sama-sekali tidak membuat materi perbincangan lain yang baru yang dibuatnya sendiri dan tidak pula madzhab lain yang berdiri sendiri dari ulama lainnya. Bukankah anda lihat bahwasanya Madzhabnya Ulama Madinah dibangsakan pada Imam Malik R.A. dan barangsiapa yang menganut madzhab-madzhab Ulama Madinah maka dikatakan dia itu Malikiy (Bangsa Maliki). Sedangkan Imam Malik hanya menempuh jalan para ulama pendahulunya saja dan terbukti sebagai orang yang paling bisa mengikuti mereka itu. Terkecuali memang begitu beliau yang dapat memberikan penjelasan dan penjabaran yang lebih sempurna maka penisbatannya tertuju padanya. Begitu pula halnya yang dialami oleh Abul Hasan Asy'ari. Tidak berbeda sama-sekali. Karena sesungguhnya tidak ada di madzhab salaf yang banyak baik penjabaran dan pensyarahan maupun komentar-komentar madzhab selain Imam Malik." Kemudian dia (Syekh Abdullah Mayuriqi) menghitung-hitung sekian banyak ulama dari Golongan Malikiyyah yang senantiasa mengadakan pembelaan terhadap Madzhab 'Asy'ari serta mengelompokkan orang yang menentangnya ke dalam kelompok aliran bid'ah.

Berkata Tajuddin Subki (727-771) : " Golongan ulama Malikiyyah adalah Kelompok orang yang paling khusus untuk nama  'Asy'ari, Karena Kami tidak kenal pada seorang Malikiy yang bukan 'Asy'ari. Hal ini berbeda dengan yang kami kenal pada golongan-golongan yang bukan Malikiyyah. Mereka memiliki kecenderungan faham yang bermacam-macam, Ada yang lebih condong pada faham mu'tajilah dan ada pula yang lebih condong pada faham Tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-makhluk-Nya), walaupun memang mereka yang memiliki kecendrungan pada kedua faham ini adalah dari kelompok sempalan.

Dan diceritakan oleh Imam Ibnu 'Asakir (499-576 H) dalam kitab Tabyinul Muftari  tentang Abal 'Abbas Al-Hanafi yang dikenal Qodlil 'Askar (Hakim Agungnya tentara). Beliau menerangkan bahwa Abal 'Abbas Al-Hanafi adalah sebagian dari imam-imamnya para sahabat Imam Abi Hanifah R.A dan beliau itu termasuk Ulama terdahulu dalam ilmu kalam. Imam Ibnu 'Asakir menghikayatkan sejumlah pernyataan kalam darinya, "Maka dari sebagian perkataannya adalah :
"Saya melihat pada Imam Abil hasan 'Asy'ari terdapat bermacam-macam kitab yang banyak tentang fan ilmu ini, yakni fan usuludin. Kitab-kitab itu berjumlah hampir mencapai 200 kitab. Dan sedangkan kitab Mujazul Kabir  itu muncul dengan kandungan meliputi seluruh isi yang ada pada kitab-kitab karangannya.   Imam 'Asy'ari pernah mengarang kitab yang banyak sekali Untuk mentashih madzhab Mu'tajilah, karena dulunya beliau penganut madzhab Mu'tajilah. Tapi kemudian Allah memberikan cahaya terang yang menjelaskan padanya tentang kesesatan mereka. Lalu beliau keluar dari apa yang beliau telah yakini dari madzhab mereka. Dan beliau susunlah beberapa kitab yang membatalkan apa yang menjadi isi kitab karangan sebelumnya yang memang telah memperkuat faham Mu'tajilah. Dan Ternyata umumnya para ashab Imam Syafi'I pun menganut apa yang oleh Imam 'Asy'ari tetapkan. Para Ashab telah mengarang kitab-kitab yang banyak yang sesuai dengan isi kitab yang ditulis oleh Imam 'Asy'ari." Begitu tutur Abal 'Abbas Al-Hanafi.

Berkata Tajuddin Subki (727-771) : "Saya mendengar Ayahanda Syekh Imam berkata, "Apa-apa yang terkandung oleh Aqidahnya Imam Thohawi itulah yang diyakini oleh Imam 'Asy'ari, tidak menyalahinya kecuali dalam tiga masalah." Kataku (Murtadlo Zabidi) "Konon wafatnya Imam Thohawi di Mesir pada tahun 331 H. Jadi beliau sezaman dengan Imam Abil Hasan 'Asy'ari dan Imam Abi Manshur Maturidi" Saya dapat katakan bahwa wafatnya Imam Maturidi tahun 333 H. Wallohu A'lam.

Kemudian lebih lanjut Tajuddin Subki berkata, "Dan saya ketahui bahwa Para ulama madzhab Maliki seluruhnya berfaham 'Asya'iroh, tidak terkecuali seorangpun. Ulama madzhab Syafi'I pada galibnya menganut faham 'Asyairoh, tidak terkecuali selain yang menyerupai  diantaranya kepada Para penganut Tajsim (keyakinan bahwa Allah adalah jisim; benda, yang mempunyai ukuran, besar atau kecil) atau yang berhaluan mu'tajilah, yaitu orang yang tidak dipedulikan Allah SWT. Kemudian Para Ulama Madzhab Hanafi secara mayoritasnya merupakan 'Asya'iroh, yakni berkeyakinan 'aqidah Imam 'Asy'ri, tidak keluar dari fahamnya kecuali sebagian orang yang serupa dengan Mu'tajilah. Sedangkan Para Ulama Madzhab Hambali kebanyakan tokoh-tokoh utama terdahulunya adalah berfaham 'Asy'ari, tidak keluar darinya kecuali ada sebagian yang menyerupai Ahli Tajsim. Mereka yang  mempunyai kecenderungan ini lebih banyak jumlahnya daripada unsur lain dari selain golongan Madzhab Hambali.


Bintang Terang-benderang tentang Ahlussunnah Wal Jama'ah (Ke-1)



الكَواكبُ الّمَاعَة
فِى تَحقِيق الْمُسَمّى
بأهْل السُّنّة وَالجَماعة

تأليف
الأُستَاذ أبى الفَضَل بْنِ الشَّيخْ عَبْدِ الشّكُور السِّنَورى بَاعِيْلانِ

ترجيم : برهان الرشيدي

طُبعَ عَلى نفقَةِ
مكتبَة ومطبَعة فُسْقمترَين المسرع شيأنجور
 


(bagian pertama)



بســـــم الله الرحــمن الرحــيم
الحمد لله جعلنا من أهل السمع والطاعة و وفّقنا لاتباع السنة و ملازمة الجماعة وأشهد أن لاإله إلاالله وحده شهادة هى أفضل زاد و خير بضاعة و أشهد أن سيدنا محمدا عبده و رسوله الذى أوجب الله علينا اتباعه و الصلاة والسلام على سيدنا محمد المخصوص بأعظم شفاعة صلاة وسلاما يعمان اَله وأصحابه وأشياعه وأتباعه. أمّا بعد..
Maka kemudian berkata Alfaqir Ila Rahmati Robbihi Ahmad Abu Fadll bin Abd asy-Syakur yang bermuqim di Sinur (sebuah desa di Tuban, Jawa Timur), semoga Allah menyelamatkannya dari setiap bala bencana yang kelam. Sungguh kaum muslimin dewasa ini telah berpecah belah, berkelompok-kelompok dan bergolongan-golongan. Dan setiap firqoh (dari mereka) itu masing-masing mengaku bahwa firqoh dialah yang berada pada Assunah, Firqoh lainnya yang bid'ah…
                                                                                                                                        وَ كُلُّ حِزْبٍ بِمَالَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
Dan setiap golongan oleh apa yang ada diri mereka merasa gembira     
                                                                                                                                         وكُلُّ فِرْقَةٍ بِرَأْيِهِمْ مُتَبَجِّحُوْنَ
Dan setiap firqoh pada masing-masng pendapatnya merasa berbangga hati       

Dan orang-orang lain kepada mereka itu menaruh hati dan pada simpati, sampai situasi dimana haqiqat Ahlussunah simpang siur bagi kebanyakan orang. Di antara mereka banyak saling bertanya-tanya tentang haqiqat Ahlussunah itu, bertanya-tanya tentang siapa yang berhaq mendapat predikat dengan nama itu.

            Kemudian rasa iba saya terhadap nasib umat Islam timbul mendorong saya untuk menjelaskan masalah yang penting ini, mengeluarkannya dari situasi yang pelik ini. Maka saya susun Risalah ini. Saya namainya dengan nama Al-Kawakibul Lammaa'ah fi Tahqiqil Musamma bi Ahlissunnati Wal Jama'ah (Bintang Terang benderang tentang haqiqat apa yang dinamakan AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH) . Pada Allah-lah saya permohonkan taufiq, inayah, hidayah dan baiknya penjelasan. Dan inilah saatnya tandang tumandang dalam maksud utama tulisan ini dengan mengharap pertolongan Allah Yang Maha merajai serta Dzat yang berhak disembah.

PENDAHULUAN

Ketahuilah bahwasanya sesungguhnya kaum muslimin dijaman Rasulullah shollallohu 'alaihi wasallam  (w. Senin, 02 Robi'ul Awwal 11 H /08 Juni 632 M) adalah sebuah umat yang satu. Sehingga mereka belum pernah mengalami perbedaan baik dalam aqidah maupun dalam pengamalan, perbedaan yang mengantarkan pada perpecahan, tergolong-golong dan terkotak-kotak sebagaimana Allah sanjung di beberapa ayat pada kitab sucinya yang mulia.
Kemudian di kala Rasullullah wafat, jadilah Sayyidina Abu Bakar rodliallohu 'anhu (w. Selasa, 08 Jumadil Akhir 13 H) sebagai kholifah (pemimpin pengganti) bagi Beliau SAW. Selanjutnya setelah Beliau dengan penunjukan langsung (istikhlaf) dari beliau tampillah Sayidina Umar bin Khotthob (w. Jum'at, 29 Dzilhijjah 23 H) rodliallohu 'anhu menjadi Kholifah. Pada saat ini belum muncul dikalangan mereka perbedaan kecuali sedikit dari fihak yang tidak diperhitungkan perbedaannya. Kemudian setelah Kekhalifahan sampai pada Sayidina Utsman (w. Jum'at, 29 Dzul Hijjah 35 H) rodliallohu 'anhu  perbedaan mulai tampak jelas, sejelas-jelasnya. Dan begitu  kekhalifahan Sampai ke tangan Sayyidina Ali Karromallohu wajhah (w. 21 Ramadlan 40 H) perbedaan muncul memuncak, jelas sekali.

Nah disaat itu masyarakat berpecah belah, berbeda-beda pandangan dan keinginan. Maka muncullah suatu kelompok yang memberontak pada pemerintahan Sayyidina Ali rodliallohu 'anhu. Mereka mengibarkan bendera perlawanan dan memukul genderang peperangan terhadapnya. Itulah mereka yang kemudian dinamakan Kaum Khowarij. Dan nama inilah terus berlaku bagi orang yang menempuh perjalanan dan berpandangan sama dengan kelompok tersebut. Sementara itu muncul kelompok lain yang berlebihan dalam mencintai Beliau dan begitu kuat fanitismenya. Dan mereka melampaui batas dalam sikapnya itu. Itulah meraka yang kemudian dinamakan Kaum Syi'ah. Dan namanya terus disematkan pada orang bermadzhab kelompok ini sampai masa sekarang. Dan akhirnya kedua kelompok itupun terbagi-bagi lagi kedalam beberapa golongan yang lain.
Dan Masing-masing dari firqoh-firqoh itu menyerukan kepada orang-orang untuk mengikuti pandangan dan madzhabnya. Kemudian tak henti-hentinya setiap firqoh baru muncul, firqoh demi firoh sampai akhirnya masyarakat terpecah menjadi banyak firqoh. Serta Masing-masing dari firqoh-firqoh itu menyangka berada pada ajaran yang hak dan benar. Kemudian sampai di penghujung masa berakhirnya masa Tabi'in tampak muncul fiqoh lain yang menamakan dirinya Ahlul Adli Wat Tauhid. Dan mereka adalah Kaum Mu'tajilah.

Karena keadaan masa seperti itulah baru muncul yang namanya Ahlussunnah Waljama'ah bagi mereka yang senantiasa berpegang teguh pada Sunnah Nabi Besar SAW dan Jalan Para Sahabat dalam keyakinan keberagamaan, amal peribadahan lahiriyah dan akhlak bathiniyah. Maka ada sebagian orang di antara mereka yang menekuni pada penegakan hujjah-hujjah dan dalil-dalil masalah aqidah baik dalil aqli maupun naqli, dinamakanlah dengan nama Mutakallimin atau Ulama Ahli Kalam. Ada sebagian yang menekuni pada ilmu-ilmu peribadahan, mu'amalah, munakahat, berfatwa tentang hukum-hukum, peradilan, dan lain-lain, maka dinamakanlah dengan nama Fuqoha atau Ulama Ahli Fiqih. Dan ada sebagian lagi yang menekuni pada menghimpun hadits-hadits Nabi, mengidentifikasi hadits shoheh dari yang lainnya dan sebangsanya, maka dinamakanlah dengan nama Muhadditsin atau Ulama Ahli Hadits.  Dan ada sebagian lagi yang menekuni pada memperbanyak amal-amal lahir dan membersihkan hati dan jiwa dari akhlak-akhlak yang jelek, kemudian menghiasinya dengan akhlak-akhlak mulia, maka dinamakanlah dengan nama Shufiyyah atau Ahli Tashowuf.

Berkata Ibnu Khuldun dalam kitab Muqodimah-nya, "Sesungguhnya di dalam hukum fiqh yang digali dari dalil-dalil syar'I itu banyak sekali perbedaan (khilafiayah) di antara para ulama mujtahid sesuai dengan ketajaman hati dan fikirannya masing-masing, dengan perbedaan yang memang tidak bisa dihindari terjadinya. Perbedaan di dalam agama ini menjadi luas seluas-luasnya. Pada waktu itu bagi para muqollid mendapat keleluasaan untuk taqlid kepada orang yang dikehendakinya. Sampai pada saat dimana urusannya sampai pada para imam-imam yang empat – yang mana mereka berada pada citra tertinggi (dalam urusan ini) – maka masyarakat membatasi taqlidnya hanya pada imam-imam tersebut. Maka ditegakkanlah Madzhab Empat ini sebagai tonggak pokok dalam agama.


Oleh Burhan Rosyidi