Selasa, 06 Desember 2011

Dibuka Program S2 kajian Tafsir Hadits


TEMPAT PENDAFTARAN
=========================
Sekertariat Yayasan Terpadu Shibghatullah
Jl. Budi Harapan No. 8 (Depan Mesjid Al-Ikhlas) Cipinang Melayu Jakarta Timur
Telepon ( 021 862 9316), Fax (021 862 9316)
Contact Person:
Ade Miftahudin (085759772020),
Ihsan Sabiq (087820365461) 
"Sing saha nu tamat belajar di Al-Musri' tah eta nu untung ulung ringkung rebo ku gulungan elmu fan 15, sarta tarik milik gede bagja ngan ku zaman sakilat sakojengkang. Deuih ka santri nu dewasa tur kawasa kudu nepikeun ieu kauntungan, mun hanteu, maka kurang karidlo jeung du'a ti nu jadi guru-guruna."

MA'HAD ALY
ZAWIYAH JAKARTA
…………….Yayasan Terpadu Shibghatullah Jakarta………………
Ma'ahad Aly Zawiyah Jakarta dibawah pimpinan KH. Saifuddin Ammsir adalah sub lembaga dari Yayasan Shibghatullah yang ditujukan bagi yang mau mempelajari Islam secara komprehensif dan mau secara aktif berperan serta dalm syiar keagamaan dalam masyarakat Jakarta dn sekitarnya.
Ma'ahad Aly telah merancang kurikulum dalam kajian Tafsir Hadits dengan takhashus I'ja^z Al-Qur'an Hadits dan Khawash Al-Qur'an Hadits. Methode yang diterapkan oleh Ma'ahad Aly adalah dengan mengkombinasikan metode pengajaran klasik dan kontemporer yang terstruktur, dievaluasikan, dan interaktif.
Dengan menitikberatkan pada pemahaman akan sendi-sendi Al-Qur'an dan Al-Hadits, ilmu pengetahun, praktek, keadaan sosial kemasyarakatan, izzah sebagai mulim, dan diperkokoh dengan nilai-nilai ekonomi syari'ah sehingga lebih berdaya guna dan menyesuaikan zaman.
Untuk program ini mahasiswa santri diharuskan untuk menempuh mata kuliah matrikulasi bakularius dalam kajian tafsir hadits, pemantapan bahasa Arab, tahfidz hadits arba'in dan tahfidz al-Qur'an dibawah naungan Al-Asyirah Al-Qur'aniyah.
Yayasan Terpadu Shibghatullah memutuskan untuk memadukan antara konsep Zawiyah Jakarta dan Al-Asyirah Al-Qur'aniyah serta Sistem Belajar Lima Tahun Setengah PondokPesantren Salafiyah Al-Musri' sebagai sub-sub lembaga terpisah namun saling mengisi dan melengkapi agar dapat mendidik generasi pecinta, penghapal dan pemaham Al-Qur'an. Dan insya Allah menerapkan kurikulum baru dengan menggabungkan kurikulum berbasis perpaduan antara ilmu dan amal yang dititikberatkan pada I'jazul Qur'an, Aurad, dan Do'a-do'a Qur'ani.
---------- .. --------- … -------- … -------- … Visi
Terwujudnya pusat pemantapan akidah, pengetahuan ilmu dan tradisi keislaman, amal shaleh, akhlak mulia, dan terciptanya mahasiswa-santri yang cerdas, dinamis, dan kreatif dalam rangka mendukung misi Yayasan Terpadu Shibghatullah.
---------- .. --------- … -------- … -------- … Misi
1.       Membangun dan membina ummat dengan kajian Islam yang komprehensif yang dapat membendung pemikiran dan pelemahan Aqidah ummat Islam.
2.       Menghasilkan Mahasiswa-Santri yang memiliki kemampuan pembacaan dan pemaknaan Al-Qur'an dengan benar dan baik.
3.       Menghasilkan mahasiswa-santri yang memiliki kemantapan akidah, kedalaman spiritual, keluhuran akhlak, dan keluasan ilmu keagamaan.
4.       Memberikan keterampilan berbahasa Arab dan Inggris bagi mahasiswa-santri.


---------- …. ---------- .… --------- … ---------- ….. --------- ….   Syarat Pendaftaran
·         Mengisi formulir pendaftaran
·         Merupakan lulusan strata 1 (S1) atau yang sederajat
·         Menyerahkan foto kopi ijazah dan transkip nilai
·         Pas Foto ukuran 3 X 4 dan 2x3 (masing-masing 2 lembar)
·         Daftar riwayat hidup
·         Mendapatkan rekomendasi dari pembina Yayasan Terpadu Shibghatullah untuk menilai kompetensi akademik calon mahasiswa-santri
---------- …. ---------- .… --------- … -------- … Biaya Kuliah
·         Uang Pangkal _________ : Rp 1.500.000- (disubsidi)
·         Infaq SPP ____________ : Rp. 200.000,00 per bulan
·         Biaya Ujian-ujian  __________ : Rp 100.000,00 (dibayar 1 kali dalam 1 semester)
Seluruh pembayaran dilakukan melalui BMT Citra Mulia yang bernaung dibawah Yayasan Terpadu Shibghatullah.
---------- …. ---------- .… --------- … -------- … Test Masuk
è Test Lisan :                                                                   è Test Tertulis :
      # Wawancara Bahasa Arab                                          # Aqidah
     # Hapalan Al-Qur'an                                                       # Fiqh
     # Pengeahuan Agama,                                                   # Tafsir,
     # Wawancara keislaman,                                              # Hadits,
     # Baca Kitab.
---------- …. ---------- .… --------- … -------- … Waktu Kuliah
Kelas diadakan 2 X seminggu
---------- … -------- … Daftar Kurikulum (Muqarrar) per Semester Program Studi Tafsir Hadits (S2)
Semester I :
Usul Fiqh 1
Tasawwuf 1
Ilmu Mantiq/ Logika
Bahasa Arab 1
Ulumul Qur'an 1
Ulumul Hadits 1
I'jazul Qur'an 1
I'jazul Hadits 1
 Semester II
Ulumul Qur'an 2
Usul Fiqh 2
Tasawwuf 2
Bahasa Arab 2
Ulumul Hadits 2
Tayyaratul Fikriyah 1
Khawasul Qur'an 1
Khawasul Hadits 1
Semester III
Tahfidz Hadits Arba'in
ilmu takhrij dan Rijalul Hadits
Milal wan Nihal
Fiqh Siyasah
Kajian Tafsir Hadits dalam Bahasa Inggris
Manhaj Mufassirin
Manhaj al-Muhadditsin
Bahasa Arab 3
Semester IV
Tayyaratul Fikriyah 2
I'jazul Qur'an 2
I'jazul Hadits 2
Khawasul Qur'an 2
Khawasul Hadits 2
Tahfidzul Qur'an
Tugas Akhir

Senin, 31 Oktober 2011

Sejarah Berdarah sekte Salafi Wahabi (part 2)

Bisa didapat di kota-kota Anda terdekat. hubungi Agen Kami..


Salafi Wahabi :  Membuat klaim "Berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah Shahihah"
 d. Dalam Masalah Fatwa-fatwa Mereka
Pada Ramadlan tahun 1419 H, Salafi Wahabi menjalankan puasa hanya 28 hari. Demikianlah Dewan Fatwa Saudi Arabia memutuskan bahwa puasa Ramadlan tahun itu hanya berjumlah 28 hari. Pertanyaannya adalah, dalil apa yang kalian gunakan, wahai Salafi Wahabi, sehingga Ramadhan hanya 28 hari ? pada kesempatan itu, Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi, ulama terkemuka timur tengah mengingatkan umat Islam untuk jangan berpuasa selama 28 hari, tetapi 29 atau 30 hari. Akan tetapi, kalian tidak menggubris peringatan Prof. Dr. Yusuf al-Qaradhawi itu. Padahal, Rasulullah Saw. selama hidupnya tidak pernah berpuasa selama 28 hari. Lalu, ajaran siapakah yang kalian ikut ? apakah itu berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah ?! tidak sama sekali, itu adalah bid'ah yang nyata.
Begitu juga dengan pelaksanaan ibadah haji, dalil apa yang kalian gunakan, wahai Salafi Wahabi, sehingga waktu wukuf di Padang Arafah jatuh pada tanggal 8 atau bahkan 10 Dzulhijjah ? seperti yang terjadi pada tahun 1415 Hijriah, pada tahun itu kalian membatalkan system penanggalan yang kalian buat sendiri dengan memundurkan satu hari bulan Dzulhijjah, padahal saat itu kalian sudah masuk di hari ke-6 bulan Dzulhijjah. Ada apa dengan 6 hari sebelumnya? Kenapa baru sadar setelah berselang 6 hari kemudian? Masih belum jelaskah posisi bulan setelah 6 hari? haruskah seperti itu setiap bulannya?
Masalah yang sama juga terjadi untuk haji tahun 1419 Hujriah/1999 M, mereka telah memajukan waktu satu hari untuk wukuf di Arafah. Dengan begitu beraninya mereka memutuskan bahwa, awal bulan Dzulhijjah jatuh pada hari Kamis tanggal 17 Maret 1999, atau setelah 29 hari bulan Dzulqa'dah. Padahal seluruh ilmuan falak saat itu menyatakan, mustahil Hilal dapat dilihat pada waktu Ghurub (terbenam matahari) di sore itu, karena ijtima'-nya pun terjadi pada pukul 21:50 waktu Saudi, atau tiga Jam lebih setelah waktu ghurub di Saudi Arabia. Kasusyang sama juga terjadi untuk hilal Ramadhan tanggal 29 Desember 1997.
Pertanyaannya adalah, atas dasar apa kalian menentukan jatuhnya awal bulan Dzulhijjah pada hari Kamis tanggal 17 Maret 1999? Padahal bulan Dzulqa'dah baru berjalan 29 hari dan ijtima' sangat mustahil terjadi kecuali setelah 3 jam lebih melewati maghrib, yang berarti malam itu masih bulan Dzulqa'dah! Dalil Al-Qur'an atau hadits mana yang kalian pakai? Bukankah ini bid'ah yang nyata?! Karena, tidak ada seorangpun yang dapat meru'yah hilal dengan mata telanjang pada maghrib itu di seluruh dunia! Itu adalah bentuk kecerobohan, jika tidak disebut kebodohan atau mempermainkan agama. Namun ironisnya, hal itu terjadi berulang-ulang, baik yang ditutup-tutupi maupun yang ketahuan. Masihkah kalian mengatakan "Kami berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah"?
Oleh karena itu, wahai kaum muslimin, kita harus berhati-hati dari mengikuti puasa dan haji yang Salafi Wahabi tetapkan jika kita ingin mengikuti ajaran Rasulullah Saw.
Demikianlah, dari fatwa-fatwa tersebut, dan juga fatwa-fatwa nyeleneh mereka yang sangat jauh dari ajaran Islam –sebagaimana panjang lebar telah disinggung dalam buku ini- gugurlah slogan " berdasarkan kepada Al-Qur'an dan Sunnah Shahihah" yang mereka klaim selama ini.
Salafi Wahabi : Memiliki Kesamaan dengan Khawarij
Kelompok "Salafi Kontemporer" yang dipelopori oleh Ibnu Taimiyah mrupakan sempalan dari Mazhab Imam Ahmad ibnu Hanbal. Disebut sempalan, karena faham itu tidak sama lagi dengan Mazhab Imam Ahmad ibnu Hanbal, bahkan terlalu tajam perbedaannya. Kemudian, faham-faham sesat Ibnu Taimiyah itu dilanjutkan oleh Salafi Wahabi, dengan dikomandani oleh Muhammad ibnu Abdul Wahhab an-Najdi pada dua ratus tahun silam.
Al-Allamah al-Faqih Syaikh Ridhwan El-Adl Bebris asy-Syafi'I al-Mashri, dalam kitabnya Raudhatu al-Muhtajin li Ma'rifati Qawaidi ad-Din, mengatakan :
"Setelah Ibnu Taimiyah, timbul Muhammad ibnu Abdul Wahhab pada abad ke-12 mengikuti jejak Ibnu Taimiyah, bahkan tambah parah dan bengis. Dia pendiri sekte Wahabi, semoga Allah menghinakannya. Saudara kandungnya sendiri, yakni Syaikh Sulaiman ibnu Abdul Wahhab yang merupakan seorang yang alim, pun sangat mengingkari fahamnya yang sesat itu dan menolak semua bid'ah yang dia lakukan."
Tidak berlebihan kiranya jika sebagian orang beranggapan bahwa kaum Salfi Wahabi memiliki banyak kemiripan dengan kelompok Khawarij. Dilihat dari sejarah yang pernah ada, kelompok Khawarij adalah kelompok yang sangat mirip sepak terjang dan pemikirannya dengan kelompok Salafi Wahabi. Oleh karenanya, bisa dikatakan bahwa kelompok Salafi Wahabi adalah pengejawantahan kelompok Khawarij di masa sekarang ini. Di sini, secara singkat bisa disebutkan beberapa sisi kesamaan antara kelompok Salafi Wahabi dengan golongan Khawarij yang telah dicela dan diingatkan oleh Rasulullah Saw., di mana Rasul member julukan golongan sesat itu (Khawarij) dengan sebutan "mariqin", yang berarti 'keluar' dari Islam sebagaimana anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya.
Paling tidak, ada tujuh kesamaan antara golongan Salafi Wahabi dengan Khawarij yang bisa disebutkan, yaitu :
Pertama, sebagaimana kelompok Khawarij denagn mudah menuduh seorang muslim engansebutan kafir, kelompok Salafi Wahabi sangat mudah menuduh seorang muslim sebagai pelaku syirik, bid'ah, khurafat, dan takhayul. Semua tuduhan Salafi Wahabi itu tidak lebih merupakan "kata halus" dari pengkafiran, walaupun dalam beberapa hal memiliki kesamaan dalam konsekuensi hukumnya. Lebih dari itu, sebagian dari mereka pun gemar sekali mengkafirkan siapa saja yang mempunyai sikap atau pemahaman berbeda dari mereka, dan tidak segan-segan membunuh siapapun yang dikafirkan itu.
Kedua, sebagaimana kelompok Khawarij memahami Al-Qur'an dan hadits secara harfiyah dan kaku, klompok Salafi Wahabi pun memiliki pemahaman yang sama. Mereka sangat letterlijk dan kaku dalam memahami teks-teks agama, sehingga cenderung terjerumus dalam memahaminya.
Ketiga, sebagaimana kelompok Khawarij disifati sebagaimana oleh hadits Nabi sebagai "pembunuh umat Islam, sedang para penyembah berhala mereka biarkan", maka sejarah telah membuktikan bahwa kelompok Salafi Wahabi pun telah melaksanakan perilaku keji semacam itu, sebagaimana telah kita kupas di muka.
Keempat, sebagaimana kelompok Khawarij memiliki banyak keyakinan yang aneh dan keluar dari ksepakatan mayoritas kaum Muslimin, Kaum Salafi Wahabi pun memiliki kekhususan yang sama. Misalnya, Salafi Wahabi menuduh kaum muslim yang berziarah kubur Rasulullah dengan sebutan syirik, bid'ah, khurafat dan takhayul, padahal mayoritas ulama menyatakan bahwa ziarah kubur Nabi Saw. merupakan suatu bentuk qurbah (ibadah).
Kelima, sebagaimana kelompok Khawarij memiliki jiwa jumud (kaku), mempersulit diri dan mempersempit luang lingkup pemahaman ajaran agama, maka kaum Salafi Wahabi pun mempunyai kendala yang sama. Banyak hal mereka anggap bid'ah dan syirik, namun dalam penentuannya mereka tidak memiliki tolak ukur yang jelas dan kuat, bahkan mreka tidak berani untuk mempertanggungjawabkan tuduhannya tersebut dengan berdiskusi terbuka dengan kelompok-kelompok yang dianggap sesat. Kita dapat lihat, misalnya, blog-blog dan situs-situs kelompok Salafi Wahabi tidak pernah ada forum diskusi terbuka.
Keenam, sebagaimana kelompok Khawarij telah keluar dari Islam dikarenakan ajaran-ajaran yang menyimpang, maka Wahabi pun memiliki penyimpangan yang sama. Oleh karena itu, ada beberapa hadits tentang Khawarij yang diriwayatkan Bukhari dalam kitab Shahihnya, yang dapat pula diterapkan pada kelompok Wahabi. Di antaranya adalah sabda Nabi Saw., "Beberapa orang akan muncul dari belahan bumi sebelah timur. Mereka membaca Al-Qur'an, tetapi (bacaan tadi) tedak melebihi batas tenggorokan. Mereka telah keluar dari agama Islam, sebagaimana anak panah tembus keluar dari (badan) binatang buruannya (sehingga tidak mungkin kembali lagi). Tanda-tanda mereka, mencukur habis rambut kepala", dan hadits-hadits lain yang telah kita kapus panjang lebar di muka.
Ketujuh, sebagaimana kelompok Khawarij meyakini bahwa "Negara muslim" (Dar al-Salam) jika penduduknya banyak melakukan dosa besar maka dapat dikatagorikan "Negara zona perang" (Dar al-Harb), kelompok radikal Saafi Wahabi pun meyakini hal tersebut. Sekarang ini, kita dapat melihat bagaimana kelompok-kelompok radikal Salafi wahabi melakukan aksi teror di berbagai tempat, yang tidak jarang kaum muslimin juga menjadi korbannya.


Salafi Wahabi : Melakukan Upaya Pembenaran Sikap Mereka dalam menyerang, mencaci maki, men-tahzir (menghajar), membid'ahkan, bahkan memusyrikan dan mengkafirkan sebagian umat dengan berbagai dalil agama yang tidak pada tempatnya.
Wahai Saudaraku Kaum Salafi Wahabi, lupakah kalian dengan tuntunan Islam yang mengajarkan sikap lemah lembut, santun, bijaksana, hikmah dan kasih sayang? Padahal, itulah ajaran islam yang sesungguhnya, karena ajaran Islam tidak akan keluar fitrah manusia yang cinta damai dan kasih sayang.
Wahai saudaraku, jika kalian lupa, inilah dalil-dalil Al-Qur'an tentang lemah lembut dalam berdakwah:
1.      ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ  (125)                                                                    

Allah Swt. Berfirman, "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat pentunjuk." (QS. An-Nahl [16] : 125).
Catatan penting dari ayat yang mulia ini: Pertama, dalam menyeru dan berdakwah ke jalan Allah hendaklah dengan cara yang baik, hikmah dan bijak. Kedua, kala harus membantah atau mengkritik orang lain, maka hendaklah dengan cara yang lebih baik (ahsan) daripada saat kita berdakwah. Ketiga, hanya Allah Swt. Yang lebih mengetahui siapa yang benar dan siapa yang tersesat di antara kita.
2.      يقول الحق جل وعلا في شأن سيد الأولين والآخرين من بني آدم سيدنا محمد صلي الله عليه وسلم
     :   فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ } ( آل عمران : 159 ) 

Allah Swt. Berfirman, "Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan musyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (QS. Ali-'Imran [3]: 159).
3.     وإما تعرضن عنهم ابتغاء رحمة من ربك ترجوها فَقُل لهم قولا ميسورا

  Allah Swt. Berfirman, "Maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas." (QS. Al-Isra' : 28).
4.      وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْـزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا 

Allah Swt. Berfirman, "Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku; hendaklah mereka mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik." (QS. Al-Isra' : 53).
5.    اذهبا إلى فرعون إنه طغى فقولا له قولا لينا لعله يتذكر أو يخشى

   Allah Swt. Berfirman, "Maka katakanlah olehmu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lebih lembut, mudah-mudahan ia ingat dan takut." (QS. Thaha: 44).
Berkaitan dengan ayat ini, ada sebuah kisah menarik. Diceritakan bahwa suatu ketika Khalifah Harun ar-Rasyid –Rahimahullah- mengerjakan thawaf di Ka'bah. Lalu, datanglah seseorang yang mengenalnya dan berkata, "Wahai, Harun, aku akan berbicara padamu dan akan menekanmu, aku adalah pemberi nasihat bagimu." (Kemudian orang tersebut mengucapkan kata-kata kasar dalam nasihatnya itu). Maka, Harun ar-Rasyid pun berkata, "Wahai fulan, aku tidak lebih buruk daripada Fir'aun dan engkau tidak lebih baik daripada Musa a.s., sedangkan Allah Swt. Telah memerintahkan Musa untuk berkata kepada Fir'aun dengan perkataan yang lembut." (Tarikh at-Thabari, V/22).


Cetakan XI tahun 2011. Dapatkan segera di Agen-agen kami. Persedian terbatas.

Jumat, 28 Oktober 2011

Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi (part 1)


Syaikh Idahram

Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi
Mereka Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama

Sebuah buku yang secara ilmiah menguak kebenaran ramalan Rasulullah SAW. Melalui sabdanya : "Akan lahir dari keturunan orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur'an, tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari agama seperti anak panah tembus keluar dari badan binatang buruan. Mereka memerangi orang Islam namun membiarkan para penyembah berhala…" (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai dan Ahmad)


"...إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ..."


Buku Pustaka Pesantren


Pengantar : Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A.   (Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)
_____________________________________________________________________________

Salafi Wahabi : Membunuh Ribuan umat Islam di Thaif

Salafi Wahabi juga menyerang dan memberangus kota Thaif dengan alas an membebaskannya dari kemusyrikan.  Penyerangan ini terjadi pada bulan Dzulqa'dah tahun 1217 Hijriah bertepatan dengan tahun 1803 Masehi. Ketika itu kota Thaif berada di Bawah pemerintahan as-Syarif Ghalib, gubernur kota Makah. Padahal sebelumnya, antara as-Syarif Ghalib dan sekte Wahabi telah menjalin kesepakatan, namun mereka melanggarnya. Seperti biasa, Wahabi memaksa para ulamanya untuk menyatakan sumpah setia dengan todongan senjata. Jika ulama itu setuju, maka selamat. Jika tidak, maka harus minggat. Jika terlambat, maka jadinya akan sekarat, tamat dan wafat.
Di kota itu, mereka membunuh ribuan penduduk sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Yang paling biadab, mereka turut menyembelih bayi yang masih di pangkuan ibunya dan wanita-wanita hamil, sehingga tidak ada seorangpun yang terlepas dari kekejaman Wahabi. Setelah mereka merampas, meruksak segala yang ada, membunuh orang-orang yang tak berdosa, dan melakukan keganasan yang tidak terkira terhadap umat Islam, mereka melanjutkan kebrutalannya menuju Makah. Namun mereka mengurungkan niatnya karena mengetahui pada bulan itu banyak umat Islam yang sedng menunaikan ibadah haji, terutama dari Syam dan Mesir. Mereka khawatir ada pasukan dari luar Makah yang kemungkinan berkerja sama dengan ribuan jamaah haji, sehingga mereka menetap sebentar di Thaif sampai selesai musim haji. Setelah jamaah haji pulang ke negaranya masing-masing, barulah tentara Wahabi menuju Makah. Gubernur Makah, as-Syarif Ghalib, tidak mampu menahan kemarahan bala tentara Wahabi yang kala itu telah tiba di Jeddah. Maka pada bulan Muharram 1248 H, Wahabi berhasil memasuki kota Makah dan menetap di sana selama 14 hari. Dalam tempo masa inilah mereka melakukan kerusakan dan membuat ketetapan tentang larangan menziarahi makam para nabi dan orang-orang shaleh.

Mufti Makah al-Mukarramah bermazhab Syafi'I, Ahmad ibnu Zaini Dahlan (w. 1304 H), yang merupakan tokoh ulama Makah pada zaman Sultan Abdul Humaid menyatakan dalam kitabnya Umara ul-Baladil Haram :

" الوهابية لمّا دخلوا الطائف قتلوا الناس قتلا عامّا واستوعبوا الكبير والصغير والمأمور والأمير والشريف والوضيع وصاروا يذبحون على صدر الأم الطفل الرضيع ويقتلون الناس فى البيوت والحوانيت ووجدوا جماعة يتدارسون القرءان فقتلوهم عن آخرهم ثمّ خرجوا إلى المساجد يقتلون الرجل فى المسجد وهو راكع أو ساجد ونهبوا النقود والأموال وصاروا يدوسون بأقدامهم المصاحف ونسخ البخارى ومسلم وبقية كتب الحديث والفقه والنحو بعد أن نشروها فى الأزقة والبطائح وأخذوا أموال المسلمين واقتسموها كما تقسم غنائم الكفار."

"Ketika memasuki Thaif, Salafi Wahabi melakukan pembunuhan secara menyeluruh, trmasuk tua renta, kanak-kanak, tokoh masyarakat dan pemimpinnya, membunuh golongan Syarif (ahlul bait), dan rakyat biasa. Meraka membunuh hidup-hidup bayi-bayi yang masih menyusu di pangkuan ibunya, membunuh umat Islam di dalam rumah-rumah dan kedai-kedai kecil. Apabila mereka mndapati satu jamaah umat Islam mengadakan pengajian Al-Qur'an, maka mereka bersegera untuk membunuhnya sehingga tiada lagi yang tinggal di kalangan mereka. Kemudian mereka masuk ke mesjid-mesjid. Di situ mereka membunuhi orang-orang yang sedang rukuk atau sujud, merampas uang dan harta mereka. Lalu mereka menginjak-nginjak mushaf Al-Qur'an dengan kaki-kaki mereka, termasuk kitab-kitab Imam Bukhari, Muslim, kitab fikih, nahwu, dan kitab-kitab lainnya setelah merekamerobek-robek dan menebarkannya di jalan-jalan, gang-gang, dan kawasan tanah rendah. Mereka merampas harta orang-orang Islam, lalu mereka membagikannya di antara mereka seperti pembagian ghanimah dari orang-orang kafir."


  Salafi Wahabi : Membakar Puluhan Ribu Buku-buku Perpustakaan

Selama Wahabi berkuasa di Jazirah Arab, sudah terlalu banyak perpustakaan Islam yang mereka bumi-hanguskan dan mereka bakar buku-bukunya, seperti pembakaran kitab-kitab para ulama klasik ketika mereka memasuki kota Makah. Di antara buku-buku yang dibakar itu adalah kitab Dalail al-Khairat, Raudh ar-Rayyahin, buku-buku Mantiq, tasawuf, aqidah, dan lainya yang tidak sejalan dengan ajaran mereka. Ini musibah besar ilmiah yang terjadi untuk kesekian kalinyamenimpa umat Islam.

Di antara kasus pembakaran buku-buku yang paling fenomenal adalah pembakaran buku-buku yang ada di perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makah al-Mukarramah. Perpustakaan ini termasuk perpustakaan yang paling berharga dan paling bernilai historis. Bagaimana tidak, sedikitnya ada 60.000 buku-buku langka dan sekitar 40.000 masih berupa manuskripyang sebagiannya adalah hasil diktean dari baginda Nabi SAW. Kepada para sahabatnya, sebagian lagi dari Khulafaur Rasyidin yang empat, dan para sahabat Nabi yang lainya. Di antara buku-buku dan manuskrip itu, banyak yang masih berupa kulit kijang, tulang-belulang, pelapah pohon, pahatan, dan lempengan-lempengan tanah.
Sebagaimana berfungsi sebagai penampungan ribuan buku-buku klasik, Maktabah Arabiyah itu juga menampung peninggalan Islam dan peninggalan sebelum Islam. Namun kini, semua itu hilang dan habis dibakar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak menghendaki peninggalan Islam dilestarikan. Karena, menurut mereka, segala peninggalan itu akan menyebabkan kemusyrikan, dan ribuan buku warisan Islam tersebut akan menjadikan umat Islam berfaham sesat (baca : tidak sesuai dengan faham mereka). Oleh karenanya, buku-buku itu harus dimusnahkan dan dihilangkan jejaknya.
Pada 1224 H, kembali terjadi musibah besar dalam hal warisan ilmu para ulama as-salaf ash-shalih. Tentara Salafi Wahabi yang dipimpin oleh Ibnu Qamala melenyapkan perpustakaan Hadhramaut tanpa bekas, dengan membakar dan memberangus gedung beserta ribuan kitab-kitab yang ada didalamnya. Kejadian tersebut mirip dengan penyerangan yang dilakukan Hulagu Khan terhadap perpustakaan yang ada di Baghdad.
Hal yang tidak jauh berbeda juga sering terjadi, sebagaimana dituturkan oleh sejarawan Islam, Dr. Muhammad Awadh al-Khatib dalam bukunya yang berjudul Shafahat min Tarikh al-Jazirah al-Arabiyah. Pada halaman 189, Dr. Muhammad Awadh mengatakan bahwa saking khawatirnya mereka dengan masuknya faham lain ke Saudi Arabia, mereka melakukan berbagai upaya, di antaranya dengan penggeladahan bagasi dan barang bawaan setiap pengunjung Saudi. Jika didapati di antara mereka  membawa buku-buku yag bertolak belakang dengan faham Wahabi (eperti akidah, tasawuf, filsafat, dzikir, Ziarah Kubur dan semacamnya) maka mereka  tidak segan-segan menahan dan mengambil buku itu, dan tidak pernah kembali lagi kepada pemiliknya.
Pengakuan Dr. Muhammad Awadh dalam bukunya tersebut sama persis  dengan kejadian yang dialami penulis pada saat menjadi mahasiswa di Timur Tengah. Dan tampaknya perbuatan pemerintah Saudi sudah diketahui khalayak ramai, bukan menjadi rahasiah lagi.


Salafi Wahabi : Bekerjasama dengan Inggris Merongrong Kekhalifahan Turki Utsmani
Di antara bukti adanya hubungan mesra dan kedekatan khusus antara Salafi Wahabi dengan Inggris yang telah lama mereka rajut adalah, surat yang dikirimkan pemimpin Wahabi kepada Percy Cox pada 13 Juni 1913 sebagai ucapan terimakasih atas peran Inggris selama ini dalam menolong mereka dan menjadikan mereka "terbebas" dari Kekhalifahan Turki Utsmani. Di antara isi surat tersebut adalah sebagai berikut :
 "وبالنظر إلى مشاعرى الودية تجاهكم أودّ أن تكون علاقاتى معكم كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين أسلافى كما أودّ أن تكون قائمة بينى و بينكم."
"Dan dengan melihat perasaan cintaku kepada kalian, aku sangat berharap hubunganku dengan kalian seperti hubungan-hubungan yang telah lama terjalin antara kalian dengan para leluhurku, sebagaimana aku sangat berharap hubungan itu tetap terjalin (baik) antara aku dengan kalian."
Adanya ketundukan dan loyalitas yang tinggi dari pemimpin Wahabi ini juga diakui Duta Besar Inggris di Istanbul dalam surat resminya kepada Kementrian Luar Negri Inggris tertanggal 8 Oktober 1914.
"Memurnikan tauhid hanya untuk Allah SWT." Dan "memerangi kemusyrikan" adalah slogan yang sangat menawan dan mengikat. Di bawah slogan itu, mereka telah terjaring akan bersemangat; padahal sesungguhnya mereka telah tertipu. Mereka tidak memahami bahwa slogan itu hanya sekedar kedok demi merealisasikan tujuan awal yang disembunyikan itu. Para peneliti sejarah aliran Wahhabiyah telah membuktikan bahwa, ajakan ini telah dibentuk atas perintah langsung Kementrian Urusan Penjajahan Kerajaan Inggris. Sebagai contoh, silahkan baca buku A'midah al-Isti'mar (The Pillars of Colonialism) tulisan Saint John Philpy yang menyamar dengan nama Abdullah Philpy, Wahhabiyah: Naqd wa Tahlil (Al-Wahabi: Criticism and Analysis)   tulisan Hamaion Hamayati, dan buku Mudzakkarat Hayim Waizmen tulisan Perdana Mentri pertama Negri Zionis.
Salafi Wahabi : Pembuat Fitnah, Asal "fitnah-fitnah itu datang dari sana"
Nabi SAW. Telah memberitahukan kepada umatnya bahwa kemunculan fitnah-fitnah yang menerpa umatnya berasal dari arah timur (baca: timur Madinah, yakni Najd di Saudi Arabia). Fitnah itu bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Sebab, kata fitnah dalam hadits di atas menggunakan bentuk plural, yaitu "fitan" (fitnah-fitnah). Sejarah mencatat bahwa Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab, Sajah binti al-Harits ibnu Suwaid at-Tamimah, Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi, dan orang-orang semisal mereka, semua berasal dari Najd, tanah kelahiran Muhammad ibnu Abdul Wahhab si pendiri sekte Salafi Wahabi. Bahkan, para pembuat fitnah itu berasal dari kaum/ kabilah yang sama dengan kabilahnya pendiri Wahabi, yaitu Bani Tamim.
Dzul Khuwaishirah dari Keturunan Bani Tamim
" حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ نُصِرْتُ بِالصَّبَا وَأُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُورِ قَالَ وَقَالَ ابْنُ كَثِيرٍ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ بَعَثَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذُهَيْبَةٍ فَقَسَمَهَا بَيْنَ الْأَرْبَعَةِ الْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ الْحَنْظَلِيِّ ثُمَّ الْمُجَاشِعِيِّ وَعُيَيْنَةَ بْنِ بَدْرٍ الْفَزَارِيِّ وَزَيْدٍ الطَّائِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي نَبْهَانَ وَعَلْقَمَةَ بْنِ عُلَاثَةَ الْعَامِرِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي كِلَابٍ فَغَضِبَتْ قُرَيْشٌ وَالْأَنْصَارُ قَالُوا يُعْطِي صَنَادِيدَ أَهْلِ نَجْدٍ وَيَدَعُنَا قَالَ إِنَّمَا أَتَأَلَّفُهُمْ فَأَقْبَلَ رَجُلٌ غَائِرُ الْعَيْنَيْنِ مُشْرِفُ الْوَجْنَتَيْنِ نَاتِئُ الْجَبِينِ كَثُّ اللِّحْيَةِ مَحْلُوقٌ فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ إِذَا عَصَيْتُ أَيَأْمَنُنِي اللَّهُ عَلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَلَا تَأْمَنُونِي فَسَأَلَهُ رَجُلٌ قَتْلَهُ أَحْسِبُهُ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ فَمَنَعَهُ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ إِنَّ مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ " وفى رواية أخرى "قتل ثمود" (رواه البخارى وغيره)

" Telah bercerita kepadaku Muhammad bin 'Ar'arah telah bercerita kepada kami Syu'bah dari Al Hakam dari Mujahid dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Aku ditolong dengan perantaraan angin yang berhembus dari timur (belakang pintu Ka'bah) sedangkan kaum 'Aad dibinasakan dengan angin yang berhembus dari barat. Perawi berkata; Dan Ibnu Katsir berkata dari Sufyan dari bapaknya dari Ibnu Abi Nu'im dari Abu Sa'id radliallahu 'anhu berkata; 'Ali mengirim perhiasan emas kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lalu Beliau membagikannya kepada empat orang, yaitu kepada Al Aqra' bin Habis Al Hanzhaliy, yang kemudian sebutannya menjadi Al Mujasyi'iy, 'Uyaynah bin Badr Al Fazariy, Zaid ath-Tha'iy kemudian dia menjadi salah seorang suku Bani Nabhan dan 'Alqamah bin 'Ulatsah yang kemudian menjadi salah seorang suku Bani Kilab. Orang-orang Qurais dan Kaum Anshar menjadi marah. Mereka berkata; Beliau telah memberi para pahlawan penduduk Najd dan malah mengabaikan kita. Beliau berkata: Aku memberi mereka dengan tujuan agar menjinakkan hati mereka (ke dalam Islam). Lalu datanglah seseorang yang kedua matanya menjorok ke dalam, wajahnya kusut dengan jenggotnya dicukur seraya berkata: Bertaqwalah kamu kepada Allah, wahai Muhammad. Maka Beliau berkata: Siapakah yang dapat bertaqwa kepada Allah seandainya aku saja mendurhakai-Nya. Apakah patut Allah memberi kepercayaan kepadaku untuk penduduk bumi sementara kalian tidak mempercayai aku?. Kemudian ada seseorang, aku kira dia adalah Khalid bin Al Walid, yang meminta izin untuk membunuh orang itu namun Beliau melarangnya. Setelah orang itu pergi, Beliau bersabda: Sesungguhnya dari asal orang ini atau di belakang orang ini (keturunan) akan ada satu kaum yang mereka membaca al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama bagaikan keluarnya anak panah dari busurnya dan mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum Ad dibantai." Dalam riwayat lain dikatakan, seperti halnya Kaum Tsamud." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad dan lainnya)
عن أبي سعيد بينا النبي صلى الله عليه وسلم يقسم، جاء عبد الله بن ذي الخويصرة التميمي فقال:  اعدل يا رسول الله.  فقال:      ويلك و من يعدل إذا لم أعدل ؟ قال عمر بن الخطاب:  دعني أضرب عنقه. قال:  دعه، فإن له أصحاباً يحقر أحدكم صلاته مع صلاته وصيامه مع صيامه، يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية ينظر في قذذه فلا يوجد فيه شيء ثم ينظر في نصله فلا يوجد فيه شيء ثم  ينطر في رصافه  فلا يوجد فيه شيء ثم ينظر في نضيّه فلا يوجد فيه شيء قد سبق الفرث والدم آيتهم رجل إحدى يديه مثل ثدي المرأة، يخرجون على حين فرقة من الناس (رواه البخاري ومسلم وأحمد والبيهقي وابن حبان والطبراني وغيرهم)

Dari Abu Sa'id al-Khudri yang berkata : Tatkala Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melakukan pembagian, tiba-tiba datang Abdullah Ibnu Dzil Khuwaishirah At Tamimiy, terus ia berkata: “Wahai Rasulullah berlaku adillah,” maka beliau berkata: “Kasihan kamu, dan siapa yang berlaku adil bila saya tidak adil?” Umar Ibnul Khaththab berkata: “Biarkan saya penggal lehernya”, Beliau berkata: “Biarkan dia, karena dia itu memiliki teman-teman yang mana seorang dari kalian merasa remeh (minder) bila  shalatnya dibandingkan shalat dia dan shaumnya dibandingkan shaum dia, mereka itu keluar dari dien ini sebagaimana panah keluar dari busurnya dilihat mata panahnya, ternyata tidak ditemukan apa-apa, kemudian dilihat pegangan panahnya ternyata tidak ditemukan apa-apa kemudian dilihat batang panahnya ternyata tidak ditemukan apa-apa kemudian dilihat bulu anak panahnya ternyata tidak ditemukan apa-apa (seakan bersih tanpa bekas saking cepatnya) Sungguh anak panah itu sudah mendahului kotoran dan darah (binatang yang tertembus itu). Tanda mereka seorang laki-laki yang salah satu tangannya seperti puting payudara wanita atau seperti anggota tubuh yang terguncang,dan mereka keluar saat terjadi perpecahan di antara manusia.” (HR. Bukari, Muslim, Ahmad, Baihaqi, Ibnu Hibban, Thabrani, dan lainnya)


Salafi Wahabi : Apa yang Salah dengan Slogan "Kembali kepada Al-Qur'an & Sunnah ?
Mengapa hal ini bisa terjadi dan apa yang salah ? Pembaca budiman, marilah kita telusuri permasalahan ini satu demi satu, agar terlihat "sumber masalah" yang ada pada slogan "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" yang kelihatannya sangat ideal itu.
Pertama, Hal itu terjadi karena Ibnu Taimiyah kerapkali mengeluarkan fatwa-fatwa ganjil mengenai akidah atau syari'at yang justru menyalahi Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma' para ulama. Bahkan, gara-gara ke-nyeleneh-annya itu, ia sering ditangkap , disidangkan, dan dipenjara, sampai-sampai iapun wafat dalam penjara di Damaskus. Tercatat sedikitnya ada 60 ulama besar (baik yang sezaman dengan Ibnu Taimiyah maupun yang sesudahnya) yang menulis pembahasan khusus untuk mengungkap kejanggalan dan kekeliruan pada sebagian fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah dan ajaran yang disebarkannya (lihat al-Maqalat as-Sunniyyah karya Syaikh Abdullah al-Harari). Begitu juga dengan Muhammad ibnu Abdul Wahhab, tokoh pendiri Wahabi-sosok temperamental dan kejam yang telah membunuh ribuan umat Islam sesame hidupnya- hampirvsemua ulama yang hidup sezaman dengannya menggap ajarannya sesat, sebagaimana telah dikupas dalam buku ini.
Kedua, prinsip " Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" adalah benar secara teoritis, dan sangat ideal bagi setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tetapi yang harus diperhatikan adalah, apa yang benar secara teoritis belum tentu benar secara praktis, sebab menimbang kapasitas dan kapabilitas (kemampuan) tiap orang dalam memahami Al-Qur'an dan Sunnah yang tentu berbeda-beda. Maka, bisa dipastikan bahwa kesimpulan pemahaman seorang 'alim –yang menguasai bahasa Arab dan segala disiplin ilmu yang menyangkut perangkat penafsiran atau ijtihad- terhadap Al-Qur'an atau Sunnah akan jauh berbeda dengan kesimpulan pemahaman yang dihasilkan oleh orang awam (yang hanya membaca sedikit kitab-kitab ulama dan tidak memiliki keahlian khusus, meskipun dia orang Arab, apalagi jika dia tidak pandai berbahasa Arab dan hanya mengandalkan buku-buku terjemah Al-Qur'an atau terjemah Sunnah). Hal ini seperti yang penulis rasakan sendiri ketika masih kuliah di Timur Tengah : begitu banyaknya orang Arab yang awm tentang ajaran Islam, meskipun dia pakar dalam bidang bahasa Arab. Sebab, jika semua orang Arab 'berhak' untuk menafsirkan Al-Qur'an sekehendak hatinya tanpa mengerti rambu-rambunya dan boleh berijtihad tanpa keahlian yang dia miliki, maka semua orang arab menjadi ulama. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Tdak semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang 'lebih dajjal' daripada dajjal. Itulah sebabnya, kenapa tidak sembarang orang boleh berijtihad dan mengeluarkan fatwa.
Ketiga, Al-Qur'an dan Sunnah sudah dibahas dan dikaji oleh para ulama terdahulu yang memiliki keahlian yang sangat mumpuni untuk melakukan hal itu. Sebut saja, misalnya, ulama Mazhab yang Empat, para mufassirin (ulama tafsir), muhadditsin (ulama hadits), fuqoha (ulama fikih), ulama akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang diwakili oleh Asya'irah dan Maturidiyah, dan mutashawwifin (ulama tasawuf/akhlak). Mereka telah menulis beribu-ribu jilid kitab dalam rangka menjelaskan kandungn Al-Qur'an dan Sunnah secara gambling dan terperinci, sebagai wujud kasih saying mereka terhadap umat yang hidup di kemudian hari. Karya-karya besar itu merupakan pemahaman para ulama yang disebut di dalam Al-Qur'an sebagai ahludz-dzikr, yang kemudian disampaikan kepada umat Islam secara turun-temurun dari generasi ke generasi secara berantai sampai saat ini.
Keempat, para ulama telah menghidangkan penjelasan tentang Al-Qur'an dan Sunnah di dalam kitab-kitab mereka kepada umat sebagai sebuah "hasil jadi". Para ulama itu bukan saja telah memberikan kemudahan kepada umat untuk dapat memahami agama dengan baik tanpaproses pengkajian atau penelitian yang rumit, tetapi juga telah menyediakan jalan keselamatan bagi umat agar terhindar dari pemahaman yang keliru terhadap Al-Qur'an dan Sunnah (yang sangat mungkin terjadi jika mereka melakukan pengkajian tanpa bekal yang mumpuni seperti yang dimiliki para ulama tersebut). Boleh dibilang, kemampuan yang dimiliki para ulama itu tak mungkin lagi bisa dicapai oleh orang setelahnya, terlebih di zaman ini. Sebab, masa hidup mereka masih dekat denan masa hidup Rasulullah Saw. dan para sahabat (dan momen waktu ini tidak mungkin terulang), belum lagi keunggulan hapalan, penguasaan berbagai bidang ilmu, lingkungan yang shaleh, wara' (kehati-hatian), keikhlasan, keberkahan, dan lain sebagainya. Pendek kata, para ulama seakan-akan telah menghidangkan "makanan siap saji" yang siap disantap oleh umat tanpa repot-repot meracik atau memasaknya terlebih dahulu, sebab para ulama tahu bahwa kemampuan "meracik" atau "memasak" itu tidak dimiliki setiap orang. Saat kaum Salafi Wahabi mengajak umat untuk tidak menikmati hidangan para ulama, dan mengalihkan mereka untuk langsung merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah dengan dalih "pemurnian agama" dari pencemaran "pendapat" manusia (baca : ulama), berarti sama saja dengan menyuruh orang lapar untuk membuang hidangan yang siap disantapnya, lalu menyuruhnya menanam padi.
Salafi wahabi menuduh orang-orang selain mereka telah melakukan berbagai "pencemaran" ajaran Islam, dan hanya mereka yang melakukan "pemurnian" ajaran Islam dengan "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah". Padahal pada hakikatnya, apa yang dituduhkan Salafi Wahabi sebagai "pencemaran" (yang dilakukan para ulama yang shaleh dan ikhlas itu) adalah upaya yang luar biasa untuk melindungi umat dari kesesatan. Sebaliknya, "pemurnian" yang diklaim oleh kaum Salafi Wahabi adalah penodaan terhadap Al-Qur'an dan Sunnah itu sendiri. Pencemaran terbesar yang dilakukan Salafi Wahabi terhadap Al-Qur'an dan Sunnah adalah saat mereka mengharamkan begitu banyak perkara yang tidak diharamkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah, saat mereka menyebutkan secara terperinci amalan-amalan yang mereka vonis sebagai bid'ah sesat atas nama Allah dan Rasulullah Saw., padahal Allah tidak pernah menyebutkannya dalam Al-Qur'an dan Rasulullah Saw. tidak pernah menyatakannya di dalam Sunnahnya.
Dari uraian di atas, nyatalah bahwa orang yang "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" belum tentu dapat dianggap benar, dan bahwa para ulama yang telah menulis ribuan jilid kitab tidak mengutarakan pendapat menurut hawa nfsu mereka. Amat ironis bila karya-karya para ulama yang jelas-jelas mengerti tentang Al-Qur'an dan Sunnah itu dituduh oleh kaum Salafi Wahabi sebagai "kumpulan manusia yang tidak berdasar pada dalil", sementara kaum Salafi Wahabi sendiri –yang jelas-jelas hanya memahami dalil secara harfiyah (tekstual) dan sangat banyak ajaran mereka yang menyimpang dari Al-Qur'an dan Sunnah itu sendiri –dengan sombongnya menyatakan diri sebagai orang yang paling sejalan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.


Bisa didapat di kota-kota Anda terdekat. hubungi Agen Kami..

Kamis, 27 Oktober 2011

Masalah Sehelai Rambut Yang tidak terbawa Adus


Masalah Sehelai Rambut Yang tidak terbawa Adus

Sah-sah saja adusnya walaipun ada seheulai rambut atau sejentik kuku yang sempat hilang sebelumnya, karena fardlunya adus itu hanya dua (2) : pertama Niat, kedua Ngalatraan badan dengan air ; 1. النية , 2. تعميم البدن بالماء  

Tapi hati-hati loh kalau kita coba-coba sengaja menghilangkan juz badan kita walaupun sehelai rambut sementara kita belum adus . Makanya kita harus menyegerakan adusnya, sunat loh. Untuk berjaga-jaga. Bagaimana coba kita kalau keburu meninggal dunia sementara kita punya kewajiban ADUS ? Ada keterangan dalam kitab Fathul Mu'in :

" و ينبغى أن لا يزيلوا قبل الغسل شعرا أو ظفرا وكذا دما لأن ذلك يرد فى الآخرة جنبا


Maknanya : 
" seharusnya Mereka itu tidak menghilangkan sebelum adusnya sehelai rambutpun atau sejentik kukupun, demikian pula setetes darah, karena yang demkian itu(rambut atau kuku yang dihilangkan) akan dikembalikan nanti di Akhirat (dalam keadaan seperti itu pula, yaitu) dalam keadaan JUNUB pula." (I'anah, hal 79)

Imam Ghozali dalam kitab Ihyanya mengatakan :


" لا يمبغى ان يقلم او يحلق أو يستحد أو يخرج دما أو يبين من نفسه جزءا وهو جنب إذ يرد اليه سائر أجزائه فى الآخرة فيعود جنبا ويقال ان كل شفرة تطالب بجنابتها "

Maknanya : " Tidak seharusnya (salah seorang dari ) kita neukteukan kuku atau bercukur atau meruncingkan (kuku) atau mengeluarkan darah atau melepaskan dari tubuh kita satu juzpun sementara kita dalam keadaan junub , karena akan kembali kepada kita juz-juz  (yang belum kaadusan itu ) nanti di Akhirat terus (juz tubuh) itu kembali dalam keadaan junub  --jadi malu kita—dan konon dikatakan bahwa setiap halai rambut akan dipertanyakan junub (tidaknya nanti di Akhirat)"

Wajib sih tidak hanya saja akan membuat kita malu nanti di akhirat, karena itu berlaku kalau sekiranya kita berlaku sembrono, seperti keadaan sudah masuk waktu sholat sementara kita belum saja adus. Tapi kalau lepasnya atau hilangnya karena bukan kesembronoan kita, itu tidak apa-apa contoh seperti datang kematian secara tiba-tiba. Karena yang dimaksud dengan YANG AKAN KEMBALI itu adalah Juz-juz badan kita yang ada pada ketika kita meninggal (lihat I'anatutholibin Syarah Fathulmu'in Juz 1 hal 79)

Adapun ada Hadits-hadits  mengatakan : (Lihat kitab Irsyadul Ibad)

" من ترك موضع شغرة من جنابة لم يغسلها فعل بها كذا و كذا من النار"

Kamudian di sana ada hadits  "…basuhlah semua rambut…" itu masalah lain lagi. Tujuan utama membasuh rambut adalah membasuh fori-fori dimana rambut tersebut ada. (lihat Syara Irsyadulibad : Juz I hal 112-113), artinya itu menegaskan bahwa dalam keadaan kita melaksanakan adus kita harus membasuh semuanya, termasuk rambut, karena membasuh rambut menjadi sebab terhadap terbasuhnya kulit. Wallohu 'Alam.

EXCELLENCE.... 

Rabu, 22 Juni 2011

Hukum Taqlid

1.Taqlid yang haram

Ulama sepakat haram melakukan taqlid ini. Taqlid ini ada tiga macam :

a. Taqlid semata-mata mengikuti adat kebiasaan atau pendapat nenek moyang atau orang dahulu kala yang bertentangan dengan al Qur`an Hadits.

b. Taqlid kepada orang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya, seperti orang yang menyembah berhala, tetapi ia tidak mengetahui kemampuan, keahlian, atau kekuatan berhala tersebut.

c. Taqlid kepada perkataan atau pendapat seseorang, sedangkan yang bertaqlid mengetahui bahwa perkataan atau pendapat itu salah.

2.Taqlid yang dibolehkan

Dibolehkan bertaqlid kepada seorang mujtahid atau beberapa orang mujtahid dalam hal yang belum ia ketahui hukum Allah dan RasulNya yang berhubungan dengan persoalan atau peristiwa, dengan syarat yang bersangkutan harus selalu berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti itu. Jadi sifatnya sementara. Misalnya taqlid sebagian mujtahid kepada mujtahid lain, karena tidak ditemukan dalil yang kuat untuk pemecahan suatu persoalan. Termasuk taqlidnya orang awam kepada ulama.
Ulama muta akhirin dalam kaitan bertaqlid kepada imam, membagi kelompok masyarakat kedalam dua golongan:

a. Golongan awan atau orang yang berpendidikan wajib bertaqlid kepada salah satu pendapat dari keempat madzhab.

b. Golongan yang memenuhi syarat-syarat berijtihad, sehingga tidak dibenarkan bertaqlid kepada ulama-ulama.

Golongan awam harus mengikuti pendapat seseorang tanpa mengetahui sama sekali dasar pendapat itu (taqlid dalam pengertian bahasa).

3. Taqlid yang diwajibkan
Wajib bertaqlid kepada orang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah, yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW.

Penjelasan Seputar Ijtihad , Taqlid, dan Madzhab dibahas secara panjang lebar oleh Mama Mahmud Zuhdi Sumedang dalam Risalahnya yang bahasa Arab berjudul Durorul Maknunah wal Mansyuroh fi Bayanil Ijtihadiyah wat Taqlidiyah.