GAGASAN GUS DUR UNTUK EKONOMI
Irwan Wisanggeni*
Tanggal
30 Desember yang lalu genap 2 tahun (2009-2011) bangsa Indonesia
kehilangan KH Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, tokoh
fenomenal dan guru bangsa yang eksentrik. Penulis memiliki kesan yang dalam
terhadap gagasan dan pemikiran-pemikiran Gus Dur, terutama soal ekonomi
dan perpajakan.
Penulis
terkesan ketika diskusi dengan Gus Dur saat bertemu di tahun 1998 pasca
kerusuhan Mei di rumahnya yang asri di Warung Sila Ciganjur, gagasan Gus Dur
soal ekonomi kerakyatan dan perpajakan yang dikemukakan didepan para aktivis
mahasiswa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saat itu. Gus Dur belum
menjabat sebagai RI 1, walau dilontarkan pemikiran-pemikiranya dengan nada guyonan
khasnya tapi ide-ide Gus Dur begitu tajam memukau semua orang yang terlibat
diskusi saat itu. Beberapa pemikiran Gus Dur yang didiskusikan di Warung
Sila, di gelontorkan Gus Dur saat ia memangku jabatan sebagai RI 1.
Ketika
Gus Dur memangku jabatan sebagai Presiden melalui poros tengah pada tahun
1999, beberapa langkah strategis sempat diambil oleh Gus Dur dalam konteks
ekonomi dan perpajakan. Beberapa bulan setelah beliau dilantik, Gus Dur akan
menggunakan hukum pajak untuk "menundukan" mantan Presiden Soeharto.
Frase "menundukan" disini dapat diartikan pengembalian uang negara
atau uang rakyat dan upaya penegakan supremasi hukum.
Alasan
inipun menjadi terbuka ketika Gus Dur muncul dalam acara talkshow dalam sebuah
acara di televisi swasta, yang saat itu dihadiri oleh Direktur Jenderal (Dirjen)
Pajak, Machfud Sidik, pakar ekonomi almarhum Syahrir dan Sri Bintang Pamungkas.
Untuk menaklukan mantan Presiden Soeharto, Gus Dur berkaca pada pengalaman
Eliotness dalam menggulung bandit Al Capone yang awalnya licik bak belut untuk
ditangkap, namun pada akhirnya bertekuk lutut saat ditekan dengan peraturan
perpajakan yang merupakan produk dari hukum pajak. Hal serupa akan diterapkan
oleh Gus Dur untuk menarik balik harta kekayaan mantan Presiden Soeharto. Bagaimana
hasilnya? Hasilnya memang tidak berjalan dengan sukses, suatu hal yang wajar
dikarenakan umur pemerintahan Gus Dur saat itu baru 4 bulan,
sedangkan kekuasaan Soeharto sudah 32 tahun. Namun pemikiran cerdas Gus Dur
soal ini perlu mendapatkan pujian.
Perombakan
di tubuh Direktorat Jenderal Pajak pun di lakukan oleh Gus Dur dengan sangat
berani, Gus Dur tidak hanya mengganti Machfud Sidik sebagai Dirjen Pajak
melainkan melakukan penggeseran secara besar-besaran. Pejabat eselon tersebut
harus menerima nasib digeser ke posisi lainya yang tidak lagi strategis.
Biasanya mereka ditempatkan sebagai kepala Kanwil diluar Jawa. Kiprah
spektakuler Gus Dur ketika menyetujui Menteri Keuangan kala itu Prijadi PS
untuk men-copot empat orang kepala Kanwil Pajak. Langkah Gus Dur dalam
membayar pajak juga di lakukan dimana beliau memberikan contoh dan menyeruhkan
kepada sejumlah menteri kabinet, tokoh politik dan beberapa artis untuk menyerahkan
SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) Pajak Penghasilan selama tahun 2000, mereka
semua langsung merespon dan menyerahkan SPT Tahunan ke Kantor Pelayan Pajak.
Gus
Dur juga membuat pernyataan masa depan Indonesia bergantung pada pajak.
Tapi sayangnya kesadaran pajak masih sangat rendah dan ia menyeruhkan
pemerintah harus mengupayakan pemungutan Pajak Penghasilan secara intensif
dan bertahap. Gus Dur pun meminta Ditjen Pajak untuk membereskan kemungkinan
adanya para pejabat pemerintahan dan legistatif yang belum memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan alhasil Amien Rais ketua DPR kala itu dan Susilo
Bambang Yudhono yang masih menjabat Menko Politik, Sosial dan Keamanan menyampaikan
SPT Tahunan ke KPP.
Bagaimana
pencapaian penerimaan pajak di era pemerintahan Gus Dur? Tentu mengukurnya
dengan alat ukur tax ratio, dimana penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk
Domestik Bruto (PDB), tax ratio di zaman pemerintahan Gus Dur sebesar 10.7 % sedangkan
di dibawah rezim Orde Baru tax ratio hanya mencapai 6,1%. Padahal pada masa pemerintahan
Gus Dur ekonomi Indonesia sedang terpuruk akibat gejolak politik maupun
krisis ekonomi.
Dualitas Sistem
Dualitas Sistem
Visi
perekonomian ketika Gus Dur memerintah menarik untuk dikaji karena kental
dengan sifat ekonomi prorakyat, visi ekonomi Gus Dur ketika itu adalah
membangun ekonomi yang berbasis pada kepentingan sebagian besar rakyat
Indonesia yang masih tertinggal, tidak mampu, dan miskin. Tiga golongan
tersebut harus mendapat perlindungan dari pemerintah dan diberdayakan melalui
manajemen dan modal dari pemerintah. Visi ekonomi yang benar-benar
prorakyat bahkan almarhun Nurcholis Madjid memuji visi ekonomi Gus Dur. Cak
Nur mengatakan, "visi ekonomi Gus Dur bukan saja sebagai payung tapi
sebagai alat penunjuk jalan, padoman kerja secara abstrak yang diterjemahkan
dalam strategi, kebijakan, program kerja dan anggaran."
Keunikan
lain dari Gus Dur sebagai mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tentunya
tingkat pemahaman agama Gus Dur pasti mendalam tetapi beliau memandang ekonomi
syariah dengan pola yang berbeda dari kebanyakan ulama memandang, ini nampak
dalam tulisan beliau yang berjudul "Syariatisasi dan Bank Syariah",
dalam paparan di tulisan tersebut, Gus Dur menyimpulkan bahwa "bank
pemerintah telah mendirikan bank syariah, sesuatu yang masih diperdebatkan.
Bukankah bank syariah menyatakan tidak memungut bunga (interest) tetapi
menaikan ongkos-ongkos (bank cost) diatas kebisaan yang layak? Bukankah
dengan prinsip demikian terjadi pembengkakan ongkos yang tidak termonitor,
sesuatu yang berlawanan dengan prinsip-prinsip cara kerja sebuah bank yang
sehat. Lalu, bagaimana halnya dengan transparansi yang dituntut dari cara
kerja sebuah bank agar biaya usaha dapat ditekan serendah mungkin."
Nampak jelas bahwa Gus Dur tidak terlalu antusias terhadap sistem
ekonomi syariah yang saat itu sedang populer.
Kebijakan
ekonomi Gus Dur pun tidak disukai negara China dikarenakan Gus Dur membatasi
penjualan produk China di Indonesia, karena China dikenal sebagai negara
yang menjual produknya ke Indonesia dengan harga murah, karena jika hal ini
tidak dibatasi akan memukul industri manufaktur di tanah air. Penulis juga
melihat dampak yang terjadi dengan import produk China yang memukul industri
garmen Indonesia sehingga di tahun 2003 Benny Sutrisno sebagai ketua umum API
( Asosiasi Perstekstilan Indonesia) berteriak tentang safeguard textil
China hal itu sangat masuk akal karena para pemain industri garmen sekarat tak
mampu bersaing dengan produk China. Gus Dur sadar sekali industri
rumahan seperti garmen (konveksi) jumlahnya ribuan, sektor
informal ini ikut membantu menciptakan lapangan pekerjaan, kalau satu konveksi
mempekerjakan 20 orang, berarti kalau sektor ini hancur akan muncul pengangguran
baru yang jumlahnya ratusan ribu dan akan menimbulkan dampak sosial yang
lain.
Gus
Dur juga pernah melontarkan dualitas sistem perdagangan pada saat acara
Kongkow Bareng Gus Dur di Utan Kayu, Jalan Utan Kayu, Jakarta Timur tahun
2008, Gus Dur mengatakan: "Jika saya terpilih lagi menjadi Presiden,
saya akan menggunakan dualitas sistem perdagangan. Satu sisi, ada persaingan
bebas antara perusahaan-perusahaan dunia, tapi kita tariki pajak. Misi kedua
adalah pembangunan ekonomi yang berorentasi kepada rakyat kecil. Jadi bukan
pertumbuhan saja, tetapi juga pemerataan."
Penulis
berpendapat gagasan-gagasan Gus Dur selalu menarik untuk dikaji oleh para
pengambil keputusan di tanah air sehingga dapat dijadikan pola dasar untuk
membuat kebijakan ekonomi maupun perpajakan. Seorang Gus Dur adalah
manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan, pasti kebijakan yang di buat oleh
Gus Dur dapat kurang tepat tapi benang merah dari pemikiran Gus Dur adalah
bahwa kebijakan ekonomi Gus Dur prorakyat dan keberanian Gus Dur
mengemukan pendapatnya walau terkadang mengundang kontraversi. Penulis yakin
pikiran-pikiran Gus Dur tidak akan lekang dimakan waktu dan tetap relevan
untuk manfaat bangsa kita.
* Dosen dan Alumnus Magister Akuntansi Perpajakan Trisakti.
* Dosen dan Alumnus Magister Akuntansi Perpajakan Trisakti.
Sumber: http://wahidinstitute.org/v1/Opini/Detail/?id=281/hl=id/Gagasan_Gus_Dur_Untuk_Ekonomi
Postingan Sebelumnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar