(Terjemah dari: في تحقيق المسمى بأهل السنة و الجماعة , ألكواكب اللماعة )
(Bagian ke dua)
Dan sudah
menjadi maklum bahwasanya para Imam Empat itu memiliki penguasaan yang lebih
sempurna (daripada yang lainnya) dalam hal urusan aqidah, hadits-hadits Nabi,
dan amal-amalan bathiniyah, sebagaimana yang tampak jelas bagi orang yang
menghayati perjalanan hidup mereka tersebut. Hanya saja dikarenakan ilmu fiqh
adalah yang terpenting di zaman itu maka mereka lebih banyak bergelut pada
cabang ilmu itu. Adapun pabid'ahan-pabid'ahan dan nafsu keangkara-murkaan dalam
urusan aqidah dan obat penawar hati, walaupun memang ada di zaman mereka itu
akan tetapi gejala keburukannya belum beredar luas ke seluruh penjuru bumi serta
belum besarnya bahaya pada seluruh umat manusia. Dan baru kemudian setelah Imam
Empat itu tiada bertambah maraklah kesesatan dan pabid'ahan itu secara kuat dan
meluas. Nafsu angkara-murka itu berhamburan dan menebarkan keburukan ke
seantero jagat.
Pada zaman
seperti itulah para imam-imam agama dari kalangan tokoh-tokoh madzhab empat
tegak membela dan menjaga apa yang telah menjadi pedomannya, yaitu nilai-nilai
aqidah yang telah pegangan Salafus sholeh. Sehingga pada saat dimana
urusannya sampai pada Imam Abil Hasan 'Asy'ari (260-324 H) dan Imam
Abi Manshur Maturidi (333 H) Rodliallohu anhuma. Mereka
tegak membela dan menjaga apa yang para imam empat anut, yaitu
perjalanan hidup Nabi Besar Shollallohu 'alaihi wa sallama dan perjalanan
Para Shohabatnya menganut
madzhabnya Imam Abi Hanifah Rodliallohu 'anhu, sebagaimana yang akan
dijelaskan kemudian. Mereka berdua mendapatkan citra tertinggi menurut
pandangan masyarakat (muslimin). Mereka tercukupkan oleh madzhabnya kedua Imam
tersebut. Maka jadilah mereka dua kelompok, Kaum 'Asya'iroh dan Kaum
Maturidiyah. Kedua kelompok ini di antara firqoh-firqoh muslimin menjadi
khusus di dalam tradisi keilmu'an untuk penamaan Ahlussunnah wal Jama'ah,
sebagai pembedanya dari Kaum Mu'tajilah dan aliran-aliran bid'ah dan hawa nafsu
yang lainnya.
Dan tatkala
Ahli hadits dan Tashowuf terbukti tidak ada perbedaan dengan Kaum 'Asya'iroh
dan maturidiyah maka mereka juga termasuk kedalam nama ini, yaitu Ahlussunnah
Wal Jama'ah sebagaimana
FASAL I
Tentang Penjelasan Kelompok Orang yang dikatakan Kaum Ahlussunnah Wal
Jama'ah
Berkata Syekh Syamsudin Muhammad Romly (1004
H) dalam kitab Syarah Minhaj, " Ahli bid'ah adalah orang yang
dalam aqidahnya menyalahi apa yang menjadi dasar pegangan oleh Ahlussunnah,
yaitu apa yang menjadi dasar pegangan oleh Nabi Besar Shollallohu 'alaihi wasallama, para
sahabatnya dan generasi setelahnya. Sedangkan yang dimaksud dengan Ahlussunnah
di masa-masa terakhir ini adalah kedua Imamnya –yaitu Imam Abul Hasan 'Asy'ari (324
H) dan Imam Abu Manshur Maturidi (333 H)- dan para pengikut kedua Imam tersebut. "
Berkata Al'alamah
Sayyid Murtadlo Zabidi (1205 H) pada fasal ke dua dari muqodimah syarah
kitab Qowa'idil 'Aqo'id dari kitab Ihya, " Dimana-mana dilontarkan
kata Ahlussunnah wal jama'ah maka yang dimaksud adalah 'Asy'iroh dan
Maturidiyyah".
Berkata Syekh
Khoyali di dalam hasyiahnya pada syarah 'Aqo'id Annasafiyyah (buah karya Imam Najmuddin
Umar bin Muhammad an-Nasafi, w. 537 H), " 'Asya'iroh adalah
Ahlussunnah wal Jama'ah. Inilah merupakan yang masyhur di daerah-daerah
Khurasan, Iraq, Syam (Siria) dan mayoritas penjuru negri-negri Islam. Sedangkan
di daerah-daerah Sebrang Sungai kata itu suka dilontarkan untuk Maturidiyah,
yaitu para sahabat Imam Abi Manshur"
Dan berkata Imam
Kustulli (w 901 H) di dalam hasyiyyahnya pada kitab syarah yang sama, " Yang
Masyhur dari (isthilah) Ahlussunnah wal Jama'ah di daerah-daerah Khurasan,
Iraq, Syam (Siria) dan mayoritas penjuru negri-negri Islam lainnya adalah Golongan
'Asya'iroh, yaitu para sahabat Imam Abi Hasan Asy'ari R.A. Beliau merupakan
orang pertama yang bertentangan dengan Aba 'Ali Jubai (303 H) dan keluar dari
madzhabnya, kembali pada Assunnah, yaitu
perjalanan Nabi Besar Shollallohu 'alaihi wasallama, dan Jama'ah, yaitu
perjalanan Para Sahabat-nya Rodliyallohu 'anhum. Dan yang masyhur dari kata itu
di daerah-daerah Sebrang Sungai adalah Golongan Maturidiyyah, para sahabat Imam
Abi Manshur Maturidi. Di kedua golongan ini memang ada sedikit perbedaan
tentang beberapa masalah usuluddin seperti masalah Takwin, masalah istitsna',
masalah imannya muqolid. Namun para ulama ahli tahqiq dari kedua golongan ini
tidak membangsakannya pada bid'ah dan sesat. "
Dan berkata Syekh
Ibnu Subki (727-771 H) dalam syarah kitab 'Aqidah Ibnul Hajib
"Ketahuilah bahwa Kaum Ahlussunnah wal Jama'ah seluruhnya sepakat pada
satu aqidah tentang apa yang wajib bagi Allah SWT, para rosulnya, dan para
malaikatnya serta apa yang jadi kewenangan Allah dan rosul-rosulnya, dan apa
yang mustahil pada Allah Ta'ala, pada rosul-rosulnya dan malaikat-malaikatnya,
Walaupun ada perbedaan di dalam tata-cara pengambilan dalil dan method-methode
pencapaiannya atau di dalam limmiyyah (alasan-bagaimana) suatu perkara
menjadi demikian. Maka Secara global, Mereka itu -menurut hasil penelitian-
adalah ada 3 golongan :
1.
Golongan
Ahlul Hadits, sumber-sumber
pijakannya adalah Dalil-dalil Sam'iyyah (naqli), yakni Kitab Suci Alqur'an,
Sunnah dan Ijma.
2.
Golongan
Ahli pemikiran akal dan olah pikir.
Mereka adalah 'Asy'ariyyah dan Hanafiyyah, yang Guru besarnya masing-masing
adalah Imam Abul Hasan 'Asy'ari dan Imam
Abu Manshur Maturidi. Merekalah yang sepakat dalam sumber-sumber dalil 'aqli bagi
setiap capaian yang dibutuhkan di dalam pengambilan masalah syara. Merekalah yang
sepakat dalam sumber-sumber dalil naqli di dalam perkara yang dicapai akal
dalam hukum kebolehannya saja dan dalam sumber-sumber dalil 'aqli dan naqli di
luar perkara tersebut tadi. Mereka
sepakat dalam semua yang bersifat keyakinan kecuali dalam masalah takwin
dan masalah taqlid.
3.
Ahlul Wijdan wal Kasyaf.
Mereka adalah Kaum Shufi. Sumber pijakannya adalah sumber pijakan yang dipakai
oleh golongan ahli pikir dan Ahli Hadits pada tahap permulaannya dan oleh Ahlul kasyaf wal Ilham pada tahap
akhirnya."
Harus diketahui
bahwa masing-masing kedua Imam itu – Imam
Abil Hasan dan Imam Abi Manshur Rodliallohu
'anhuma wa jazaahuma 'anil Islam khoeron - samasekali tidak membuat pendapat yang baru
dan tidak pula membuat suatu madzhab tersendiri darinya. Sesungguhnya mereka
hanya sebagai deklarator (Muqorrir) bagi madzhabnya Kaum Salaf dan
sebagai pembela bagi faham yang telah dianut oleh Para Sahabat Rosullulloh Shollallohu
'alaihi was sallama. Imam Yang pertama tegak membela dengan topangan
nash-nash madzhab Imam Syafi'I serta apa-apa yang terkandungnya, yang kedua
tegak membela dengan topangan nash-nash Madzhab Abi Hanifah serta apa-apa yang
terkandungnya. Keduanya gencar berargumentasi menghadapi para penganut faham
bid'ah dan sesat sampai tidak berkutik dan kehabisan perkataan dan pada kabur
terbirit-birit dan kocar-kacir. Nah tindakan demikian itulah pada hakekatnya
merupakan Jihad yang sejati, yang tadi telah diisyaratkan (dalam perkataan Sayyid Murtadlo Zabidi). Pembangsaan
Ahlussunnah wal Jama'ah pada nama kedua Imam tersebut itu hanyalah memandang
bahwa sesungguhnya masing-masing dari kedua Imam itu sekedar membangun ikatan
berdasarkan jalan yang dianut Kaum Salaf, memegang erat dan menegakan
Hujjah-hujjahnya dan bukti-bukti kebenarannya berdasarkan jalan tersebut.
Dengan demikian maka orang yang mengikutinya dalam jalan pijakan serta
dalil-dalilnya itu semua akan dinamakan 'Asy'ari atau Maturidi.
Diceritakan
oleh 'Izzuddin bin Abdissalam (577-660 H) bahwa sesungguhnya 'Aqidahnya
Imam 'Asy'ari telah diijmakan oleh golongan ulama Syaf'iyyah, Malikiyyah dan
Hanafiyyah serta begitu pula oleh tokoh-tokoh utama ulama Hanabilah. Bersetuju
dengan beliau terhadap hal ini seorang ulama yang semasanya, Syekh-nya ulama
Malikiyyah, yaitu Abu 'Amr ibnul Hajib (w 646 H). Demikian pula
halnya dengan Syekh-nya ulama Hanafiyyah, yaitu Jamaluddin Hushaeri (w 636 H). Imam 'Izzuddin
bin Abdissalam juga mendapat pengakuan terhadap hal itu dari Taqiyyuddin
Subki (685-756 H) menurut apa yang dikutip putranya, Tajuddin Subki
(727-771 H). Dan Dalam perkataan Syekh Abdullah Mayuriqi ada terdapat
kata-kata berikut, "Kaum Ahlussunnah dari Golongan Malikiyyah,
Syafi'iyyah, dan mayoritas Hanafiyyah dengan menggunakan bentuk kata-katanya
Imam Abil Hasan 'Asy'ari mereka melakukan pembelaan dan dengan menggunakan
bentuk hujjahnya Beliau pula, mereka berhujjah."
Kemudian beliau
menambahkan pula, "Bukanlah Abul Hasan itu Ahli Kalam pertama yang
menggunakan konsefnya Kaum Ahlussunnah. Namun Beliau Hanya menempuh perjalanan para pendahulunya atau berdasarkan
topangan sebuah madzhab terkenal yang kemudian Beliau menambahkan sisi hujjah
dan penjelasannya bagi madzhab tersebut. Beliau sama-sekali tidak membuat
materi perbincangan lain yang baru yang dibuatnya sendiri dan tidak pula
madzhab lain yang berdiri sendiri dari ulama lainnya. Bukankah anda lihat bahwasanya
Madzhabnya Ulama Madinah dibangsakan pada Imam Malik R.A. dan barangsiapa yang
menganut madzhab-madzhab Ulama Madinah maka dikatakan dia itu Malikiy
(Bangsa Maliki). Sedangkan Imam Malik hanya menempuh jalan para ulama
pendahulunya saja dan terbukti sebagai orang yang paling bisa mengikuti mereka
itu. Terkecuali memang begitu beliau yang dapat memberikan penjelasan dan
penjabaran yang lebih sempurna maka penisbatannya tertuju padanya. Begitu pula
halnya yang dialami oleh Abul Hasan Asy'ari. Tidak berbeda sama-sekali. Karena
sesungguhnya tidak ada di madzhab salaf yang banyak baik penjabaran dan
pensyarahan maupun komentar-komentar madzhab selain Imam Malik." Kemudian
dia (Syekh Abdullah Mayuriqi) menghitung-hitung sekian banyak ulama dari
Golongan Malikiyyah yang senantiasa mengadakan pembelaan terhadap Madzhab
'Asy'ari serta mengelompokkan orang yang menentangnya ke dalam kelompok aliran
bid'ah.
Berkata Tajuddin
Subki (727-771) : " Golongan ulama Malikiyyah adalah Kelompok orang
yang paling khusus untuk nama 'Asy'ari,
Karena Kami tidak kenal pada seorang Malikiy yang bukan 'Asy'ari. Hal ini
berbeda dengan yang kami kenal pada golongan-golongan yang bukan Malikiyyah.
Mereka memiliki kecenderungan faham yang bermacam-macam, Ada yang lebih condong
pada faham mu'tajilah dan ada pula yang lebih condong pada faham Tasybih (menyerupakan
Allah dengan makhluk-makhluk-Nya), walaupun memang mereka yang memiliki
kecendrungan pada kedua faham ini adalah dari kelompok sempalan.
Dan diceritakan
oleh Imam Ibnu 'Asakir (499-576 H) dalam kitab Tabyinul Muftari tentang Abal 'Abbas Al-Hanafi yang
dikenal Qodlil 'Askar (Hakim Agungnya tentara). Beliau menerangkan bahwa
Abal 'Abbas Al-Hanafi adalah sebagian dari imam-imamnya para sahabat Imam Abi Hanifah
R.A dan beliau itu termasuk Ulama terdahulu dalam ilmu kalam. Imam Ibnu 'Asakir
menghikayatkan sejumlah pernyataan kalam darinya, "Maka dari sebagian
perkataannya adalah :
"Saya
melihat pada Imam Abil hasan 'Asy'ari terdapat bermacam-macam kitab yang banyak
tentang fan ilmu ini, yakni fan usuludin. Kitab-kitab itu berjumlah hampir
mencapai 200 kitab. Dan sedangkan kitab Mujazul
Kabir itu muncul dengan
kandungan meliputi seluruh isi yang ada pada kitab-kitab karangannya. Imam
'Asy'ari pernah mengarang kitab yang banyak sekali Untuk mentashih madzhab
Mu'tajilah, karena dulunya beliau penganut madzhab Mu'tajilah. Tapi kemudian
Allah memberikan cahaya terang yang menjelaskan padanya tentang kesesatan
mereka. Lalu beliau keluar dari apa yang beliau telah yakini dari madzhab
mereka. Dan beliau susunlah beberapa kitab yang membatalkan apa yang menjadi
isi kitab karangan sebelumnya yang memang telah memperkuat faham Mu'tajilah. Dan
Ternyata umumnya para ashab Imam Syafi'I pun menganut apa yang oleh Imam
'Asy'ari tetapkan. Para Ashab telah mengarang kitab-kitab yang banyak yang
sesuai dengan isi kitab yang ditulis oleh Imam 'Asy'ari." Begitu tutur
Abal 'Abbas Al-Hanafi.
Berkata Tajuddin
Subki (727-771) : "Saya mendengar Ayahanda Syekh Imam berkata, "Apa-apa
yang terkandung oleh Aqidahnya Imam Thohawi itulah yang diyakini oleh Imam
'Asy'ari, tidak menyalahinya kecuali dalam tiga masalah." Kataku (Murtadlo
Zabidi) "Konon wafatnya Imam Thohawi di Mesir pada tahun 331 H.
Jadi beliau sezaman dengan Imam Abil Hasan 'Asy'ari dan Imam Abi Manshur
Maturidi" Saya dapat katakan bahwa wafatnya Imam Maturidi tahun 333 H. Wallohu
A'lam.
Kemudian lebih
lanjut Tajuddin Subki berkata, "Dan saya ketahui bahwa Para ulama madzhab
Maliki seluruhnya berfaham 'Asya'iroh, tidak terkecuali seorangpun. Ulama
madzhab Syafi'I pada galibnya menganut faham 'Asyairoh, tidak terkecuali selain
yang menyerupai diantaranya kepada Para
penganut Tajsim (keyakinan bahwa Allah adalah jisim; benda, yang
mempunyai ukuran, besar atau kecil) atau yang berhaluan mu'tajilah, yaitu orang
yang tidak dipedulikan Allah SWT. Kemudian Para Ulama Madzhab Hanafi secara
mayoritasnya merupakan 'Asya'iroh, yakni berkeyakinan 'aqidah Imam 'Asy'ri,
tidak keluar dari fahamnya kecuali sebagian orang yang serupa dengan
Mu'tajilah. Sedangkan Para Ulama Madzhab Hambali kebanyakan tokoh-tokoh utama
terdahulunya adalah berfaham 'Asy'ari, tidak keluar darinya kecuali ada
sebagian yang menyerupai Ahli Tajsim. Mereka yang mempunyai kecenderungan ini lebih banyak
jumlahnya daripada unsur lain dari selain golongan Madzhab Hambali.