Syaikh
Idahram
Sejarah Berdarah
Sekte Salafi Wahabi
Mereka
Membunuh Semuanya, Termasuk Para Ulama
Sebuah
buku yang secara ilmiah menguak kebenaran ramalan Rasulullah SAW. Melalui sabdanya
: "Akan lahir dari keturunan orang ini suatu kaum yang membaca Al-Qur'an,
tetapi tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari agama
seperti anak panah tembus keluar dari badan binatang buruan. Mereka memerangi
orang Islam namun membiarkan para penyembah berhala…" (HR. Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Nasai dan Ahmad)
"...إِنَّ
مِنْ ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا
يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ
الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ..."
|
Buku Pustaka Pesantren |
Pengantar
: Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, M.A. (Ketua
Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)
_____________________________________________________________________________
Salafi Wahabi : Membunuh Ribuan umat
Islam di Thaif
Salafi
Wahabi juga menyerang dan memberangus kota Thaif dengan alas an membebaskannya
dari kemusyrikan. Penyerangan ini
terjadi pada bulan Dzulqa'dah tahun 1217 Hijriah bertepatan dengan tahun 1803
Masehi. Ketika itu kota Thaif berada di Bawah pemerintahan as-Syarif Ghalib, gubernur
kota Makah. Padahal sebelumnya, antara as-Syarif Ghalib dan sekte Wahabi telah
menjalin kesepakatan, namun mereka melanggarnya. Seperti biasa, Wahabi memaksa
para ulamanya untuk menyatakan sumpah setia dengan todongan senjata. Jika ulama
itu setuju, maka selamat. Jika tidak, maka harus minggat. Jika terlambat, maka
jadinya akan sekarat, tamat dan wafat.
Di
kota itu, mereka membunuh ribuan penduduk sipil, termasuk wanita dan anak-anak.
Yang paling biadab, mereka turut menyembelih bayi yang masih di pangkuan ibunya
dan wanita-wanita hamil, sehingga tidak ada seorangpun yang terlepas dari
kekejaman Wahabi. Setelah mereka merampas, meruksak segala yang ada, membunuh
orang-orang yang tak berdosa, dan melakukan keganasan yang tidak terkira
terhadap umat Islam, mereka melanjutkan kebrutalannya menuju Makah. Namun
mereka mengurungkan niatnya karena mengetahui pada bulan itu banyak umat Islam
yang sedng menunaikan ibadah haji, terutama dari Syam dan Mesir. Mereka khawatir
ada pasukan dari luar Makah yang kemungkinan berkerja sama dengan ribuan jamaah
haji, sehingga mereka menetap sebentar di Thaif sampai selesai musim haji.
Setelah jamaah haji pulang ke negaranya masing-masing, barulah tentara Wahabi
menuju Makah. Gubernur Makah, as-Syarif Ghalib, tidak mampu menahan kemarahan
bala tentara Wahabi yang kala itu telah tiba di Jeddah. Maka pada bulan Muharram
1248 H, Wahabi berhasil memasuki kota Makah dan menetap di sana selama 14 hari.
Dalam tempo masa inilah mereka melakukan kerusakan dan membuat ketetapan
tentang larangan menziarahi makam para nabi dan orang-orang shaleh.
Mufti
Makah al-Mukarramah bermazhab Syafi'I, Ahmad ibnu Zaini Dahlan (w. 1304
H), yang merupakan tokoh ulama Makah pada zaman Sultan Abdul Humaid menyatakan
dalam kitabnya Umara ul-Baladil Haram :
"
الوهابية لمّا دخلوا الطائف قتلوا الناس قتلا عامّا واستوعبوا الكبير والصغير
والمأمور والأمير والشريف والوضيع وصاروا يذبحون على صدر الأم الطفل الرضيع
ويقتلون الناس فى البيوت والحوانيت ووجدوا جماعة يتدارسون القرءان فقتلوهم عن
آخرهم ثمّ خرجوا إلى المساجد يقتلون الرجل فى المسجد وهو راكع أو ساجد ونهبوا
النقود والأموال وصاروا يدوسون بأقدامهم المصاحف ونسخ البخارى ومسلم وبقية كتب
الحديث والفقه والنحو بعد أن نشروها فى الأزقة والبطائح وأخذوا أموال المسلمين
واقتسموها كما تقسم غنائم الكفار."
"Ketika
memasuki Thaif, Salafi Wahabi melakukan pembunuhan secara menyeluruh, trmasuk
tua renta, kanak-kanak, tokoh masyarakat dan pemimpinnya, membunuh golongan
Syarif
(ahlul bait), dan rakyat biasa. Meraka membunuh hidup-hidup bayi-bayi yang
masih menyusu di pangkuan ibunya, membunuh umat Islam di dalam rumah-rumah dan
kedai-kedai kecil. Apabila mereka mndapati satu jamaah umat Islam mengadakan
pengajian Al-Qur'an, maka mereka bersegera untuk membunuhnya sehingga tiada
lagi yang tinggal di kalangan mereka. Kemudian mereka masuk ke mesjid-mesjid. Di
situ mereka membunuhi orang-orang yang sedang rukuk atau sujud, merampas uang
dan harta mereka. Lalu mereka menginjak-nginjak mushaf Al-Qur'an dengan
kaki-kaki mereka, termasuk kitab-kitab Imam Bukhari, Muslim, kitab fikih, nahwu,
dan kitab-kitab lainnya setelah merekamerobek-robek dan menebarkannya di
jalan-jalan, gang-gang, dan kawasan tanah rendah. Mereka merampas harta
orang-orang Islam, lalu mereka membagikannya di antara mereka seperti pembagian
ghanimah dari orang-orang kafir."
Salafi Wahabi : Membakar Puluhan
Ribu Buku-buku Perpustakaan
Selama
Wahabi berkuasa di Jazirah Arab, sudah terlalu banyak perpustakaan Islam yang
mereka bumi-hanguskan dan mereka bakar buku-bukunya, seperti pembakaran
kitab-kitab para ulama klasik ketika mereka memasuki kota Makah. Di antara
buku-buku yang dibakar itu adalah kitab Dalail al-Khairat, Raudh ar-Rayyahin,
buku-buku Mantiq, tasawuf, aqidah, dan lainya yang tidak sejalan dengan ajaran mereka.
Ini musibah besar ilmiah yang terjadi untuk kesekian kalinyamenimpa umat Islam.
Di antara
kasus pembakaran buku-buku yang paling fenomenal adalah pembakaran buku-buku
yang ada di perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makah al-Mukarramah.
Perpustakaan ini termasuk perpustakaan yang paling berharga dan paling bernilai
historis. Bagaimana tidak, sedikitnya ada 60.000 buku-buku langka dan sekitar
40.000 masih berupa manuskripyang sebagiannya adalah hasil diktean dari baginda
Nabi SAW. Kepada para sahabatnya, sebagian lagi dari Khulafaur Rasyidin yang
empat, dan para sahabat Nabi yang lainya. Di antara buku-buku dan manuskrip itu,
banyak yang masih berupa kulit kijang, tulang-belulang, pelapah pohon, pahatan,
dan lempengan-lempengan tanah.
Sebagaimana berfungsi sebagai penampungan ribuan buku-buku
klasik, Maktabah Arabiyah itu juga menampung peninggalan Islam dan
peninggalan sebelum Islam. Namun kini, semua itu hilang dan habis dibakar oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan tidak menghendaki peninggalan
Islam dilestarikan. Karena, menurut mereka, segala peninggalan itu akan
menyebabkan kemusyrikan, dan ribuan buku warisan Islam tersebut akan menjadikan
umat Islam berfaham sesat (baca : tidak sesuai dengan faham mereka). Oleh karenanya,
buku-buku itu harus dimusnahkan dan dihilangkan jejaknya.
Pada 1224 H, kembali terjadi musibah besar dalam hal
warisan ilmu para ulama as-salaf ash-shalih. Tentara Salafi Wahabi yang
dipimpin oleh Ibnu Qamala melenyapkan perpustakaan Hadhramaut tanpa bekas,
dengan membakar dan memberangus gedung beserta ribuan kitab-kitab yang ada
didalamnya. Kejadian tersebut mirip dengan penyerangan yang dilakukan Hulagu
Khan terhadap perpustakaan yang ada di Baghdad.
Hal yang tidak jauh berbeda juga sering terjadi,
sebagaimana dituturkan oleh sejarawan Islam, Dr. Muhammad Awadh al-Khatib dalam
bukunya yang berjudul Shafahat min Tarikh al-Jazirah al-Arabiyah. Pada halaman
189, Dr. Muhammad Awadh mengatakan bahwa saking khawatirnya mereka dengan
masuknya faham lain ke Saudi Arabia, mereka melakukan berbagai upaya, di
antaranya dengan penggeladahan bagasi dan barang bawaan setiap pengunjung Saudi.
Jika didapati di antara mereka membawa
buku-buku yag bertolak belakang dengan faham Wahabi (eperti akidah, tasawuf,
filsafat, dzikir, Ziarah Kubur dan semacamnya) maka mereka tidak segan-segan menahan dan mengambil buku
itu, dan tidak pernah kembali lagi kepada pemiliknya.
Pengakuan Dr. Muhammad Awadh dalam bukunya
tersebut sama persis dengan kejadian
yang dialami penulis pada saat menjadi mahasiswa di Timur Tengah. Dan tampaknya
perbuatan pemerintah Saudi sudah diketahui khalayak ramai, bukan menjadi
rahasiah lagi.
Salafi Wahabi : Bekerjasama dengan Inggris Merongrong Kekhalifahan Turki
Utsmani
Di antara bukti adanya hubungan mesra dan kedekatan khusus
antara Salafi Wahabi dengan Inggris yang telah lama mereka rajut adalah, surat
yang dikirimkan pemimpin Wahabi kepada Percy Cox pada 13 Juni 1913 sebagai
ucapan terimakasih atas peran Inggris selama ini dalam menolong mereka dan
menjadikan mereka "terbebas" dari Kekhalifahan Turki Utsmani. Di
antara isi surat tersebut adalah sebagai berikut :
"وبالنظر إلى مشاعرى الودية تجاهكم أودّ أن تكون علاقاتى معكم
كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين أسلافى كما أودّ أن تكون قائمة بينى و
بينكم."
"Dan dengan melihat perasaan cintaku kepada kalian,
aku sangat berharap hubunganku dengan kalian seperti hubungan-hubungan yang
telah lama terjalin antara kalian dengan para leluhurku, sebagaimana aku sangat
berharap hubungan itu tetap terjalin (baik) antara aku dengan kalian."
Adanya ketundukan dan loyalitas yang tinggi dari pemimpin
Wahabi ini juga diakui Duta Besar Inggris di Istanbul dalam surat resminya
kepada Kementrian Luar Negri Inggris tertanggal 8 Oktober 1914.
"Memurnikan tauhid hanya untuk Allah SWT."
Dan "memerangi kemusyrikan" adalah slogan yang sangat menawan dan
mengikat. Di bawah slogan itu, mereka telah terjaring akan bersemangat; padahal
sesungguhnya mereka telah tertipu. Mereka tidak memahami bahwa slogan itu hanya
sekedar kedok demi merealisasikan tujuan awal yang disembunyikan itu.
Para peneliti sejarah aliran Wahhabiyah telah membuktikan bahwa, ajakan ini
telah dibentuk atas perintah langsung Kementrian Urusan Penjajahan Kerajaan Inggris.
Sebagai contoh, silahkan baca buku A'midah al-Isti'mar (The Pillars of
Colonialism) tulisan Saint John Philpy yang menyamar dengan nama
Abdullah Philpy, Wahhabiyah: Naqd wa Tahlil (Al-Wahabi: Criticism and
Analysis) tulisan Hamaion Hamayati, dan buku Mudzakkarat
Hayim Waizmen tulisan Perdana Mentri pertama Negri Zionis.
Salafi
Wahabi : Pembuat Fitnah, Asal "fitnah-fitnah itu datang dari sana"
Nabi SAW. Telah memberitahukan kepada umatnya bahwa
kemunculan fitnah-fitnah yang menerpa umatnya berasal dari arah timur (baca:
timur Madinah, yakni Najd di Saudi Arabia). Fitnah itu bukan hanya sekali,
tetapi berkali-kali. Sebab, kata fitnah dalam hadits di atas menggunakan bentuk
plural, yaitu "fitan" (fitnah-fitnah). Sejarah mencatat
bahwa Musailamah ibnu Habib al-Kadzdzab, Sajah binti al-Harits ibnu Suwaid
at-Tamimah, Thalhah ibnu Khuwailid al-Asadi, dan orang-orang semisal mereka,
semua berasal dari Najd, tanah kelahiran Muhammad ibnu Abdul Wahhab si pendiri
sekte Salafi Wahabi. Bahkan, para pembuat fitnah itu berasal dari kaum/ kabilah
yang sama dengan kabilahnya pendiri Wahabi, yaitu Bani Tamim.
Dzul Khuwaishirah dari Keturunan Bani Tamim
" حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ
حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
نُصِرْتُ بِالصَّبَا وَأُهْلِكَتْ عَادٌ بِالدَّبُورِ قَالَ وَقَالَ ابْنُ كَثِيرٍ
عَنْ سُفْيَانَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ بَعَثَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذُهَيْبَةٍ فَقَسَمَهَا بَيْنَ الْأَرْبَعَةِ
الْأَقْرَعِ بْنِ حَابِسٍ الْحَنْظَلِيِّ ثُمَّ الْمُجَاشِعِيِّ وَعُيَيْنَةَ بْنِ
بَدْرٍ الْفَزَارِيِّ وَزَيْدٍ الطَّائِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي نَبْهَانَ
وَعَلْقَمَةَ بْنِ عُلَاثَةَ الْعَامِرِيِّ ثُمَّ أَحَدِ بَنِي كِلَابٍ فَغَضِبَتْ
قُرَيْشٌ وَالْأَنْصَارُ قَالُوا يُعْطِي صَنَادِيدَ أَهْلِ نَجْدٍ وَيَدَعُنَا قَالَ
إِنَّمَا أَتَأَلَّفُهُمْ فَأَقْبَلَ رَجُلٌ غَائِرُ الْعَيْنَيْنِ مُشْرِفُ
الْوَجْنَتَيْنِ نَاتِئُ الْجَبِينِ كَثُّ اللِّحْيَةِ مَحْلُوقٌ فَقَالَ اتَّقِ
اللَّهَ يَا مُحَمَّدُ فَقَالَ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ إِذَا عَصَيْتُ أَيَأْمَنُنِي
اللَّهُ عَلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَلَا تَأْمَنُونِي فَسَأَلَهُ رَجُلٌ قَتْلَهُ
أَحْسِبُهُ خَالِدَ بْنَ الْوَلِيدِ فَمَنَعَهُ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ إِنَّ مِنْ
ضِئْضِئِ هَذَا أَوْ فِي عَقِبِ هَذَا قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا
يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ
الرَّمِيَّةِ يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ
لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ " وفى رواية
أخرى "قتل ثمود" (رواه البخارى وغيره)
" Telah bercerita kepadaku Muhammad bin 'Ar'arah telah bercerita kepada
kami Syu'bah dari Al Hakam dari Mujahid dari Ibnu 'Abbas radliallahu 'anhuma
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Aku ditolong dengan
perantaraan angin yang berhembus dari timur (belakang pintu Ka'bah) sedangkan
kaum 'Aad dibinasakan dengan angin yang berhembus dari barat. Perawi berkata;
Dan Ibnu Katsir berkata dari Sufyan dari bapaknya dari Ibnu Abi Nu'im dari Abu
Sa'id radliallahu 'anhu berkata; 'Ali mengirim perhiasan emas kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam lalu Beliau membagikannya kepada empat orang,
yaitu kepada Al Aqra' bin Habis Al Hanzhaliy, yang kemudian sebutannya menjadi
Al Mujasyi'iy, 'Uyaynah bin Badr Al Fazariy, Zaid ath-Tha'iy kemudian dia menjadi
salah seorang suku Bani Nabhan dan 'Alqamah bin 'Ulatsah yang kemudian menjadi
salah seorang suku Bani Kilab. Orang-orang Qurais dan Kaum Anshar menjadi
marah. Mereka berkata; Beliau telah memberi para pahlawan penduduk Najd dan
malah mengabaikan kita. Beliau berkata: Aku memberi mereka dengan tujuan agar
menjinakkan hati mereka (ke dalam Islam). Lalu datanglah seseorang yang kedua
matanya menjorok ke dalam, wajahnya kusut dengan jenggotnya dicukur seraya
berkata: Bertaqwalah kamu kepada Allah, wahai Muhammad. Maka Beliau berkata:
Siapakah yang dapat bertaqwa kepada Allah seandainya aku saja mendurhakai-Nya.
Apakah patut Allah memberi kepercayaan kepadaku untuk penduduk bumi sementara
kalian tidak mempercayai aku?. Kemudian ada seseorang, aku kira dia adalah
Khalid bin Al Walid, yang meminta izin untuk membunuh orang itu namun Beliau
melarangnya. Setelah orang itu pergi, Beliau bersabda: Sesungguhnya dari asal
orang ini atau di belakang orang ini (keturunan) akan ada satu kaum yang mereka
membaca al-Qur'an namun tidak sampai ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari
agama bagaikan keluarnya anak panah dari busurnya dan
mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan
para penyembah berhala. Seandainya aku bertemu dengan mereka pasti
aku akan bunuh mereka sebagaimana kaum Ad dibantai." Dalam riwayat lain dikatakan,
seperti halnya Kaum Tsamud." (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasai, Ahmad
dan lainnya)
عن أبي سعيد بينا النبي صلى الله عليه وسلم يقسم،
جاء عبد الله بن ذي الخويصرة التميمي فقال: اعدل يا رسول الله. فقال: ويلك و من يعدل إذا لم أعدل ؟
قال عمر بن الخطاب: دعني أضرب عنقه. قال: دعه، فإن له أصحاباً يحقر أحدكم صلاته مع صلاته
وصيامه مع صيامه، يمرقون من الدين كما يمرق السهم من الرمية ينظر في قذذه فلا يوجد
فيه شيء ثم ينظر في نصله فلا يوجد فيه شيء ثم ينطر في رصافه فلا يوجد فيه شيء ثم ينظر في نضيّه فلا يوجد فيه
شيء قد سبق الفرث والدم آيتهم رجل إحدى يديه مثل ثدي المرأة، يخرجون على حين فرقة
من الناس (رواه البخاري ومسلم وأحمد
والبيهقي وابن حبان والطبراني وغيرهم)
Dari Abu Sa'id al-Khudri yang berkata : Tatkala Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan pembagian, tiba-tiba datang Abdullah Ibnu Dzil Khuwaishirah At
Tamimiy, terus ia berkata: “Wahai Rasulullah berlaku adillah,” maka beliau
berkata:
“Kasihan kamu, dan siapa yang berlaku adil bila saya tidak adil?” Umar
Ibnul Khaththab berkata: “Biarkan saya penggal lehernya”, Beliau berkata:
“Biarkan
dia, karena dia itu memiliki teman-teman yang mana seorang dari kalian merasa
remeh (minder) bila shalatnya
dibandingkan shalat dia dan shaumnya dibandingkan shaum dia, mereka itu keluar
dari dien ini sebagaimana panah keluar dari busurnya dilihat mata panahnya,
ternyata tidak ditemukan apa-apa, kemudian dilihat pegangan panahnya ternyata
tidak ditemukan apa-apa kemudian dilihat batang panahnya ternyata tidak
ditemukan apa-apa kemudian dilihat bulu anak panahnya ternyata tidak ditemukan
apa-apa (seakan bersih tanpa bekas saking cepatnya) Sungguh anak panah itu
sudah mendahului kotoran dan darah (binatang yang tertembus itu)
. Tanda
mereka seorang laki-laki yang salah satu tangannya seperti puting payudara
wanita atau seperti anggota tubuh yang terguncang,dan mereka keluar saat
terjadi perpecahan di antara manusia.” (HR.
Bukari, Muslim, Ahmad, Baihaqi, Ibnu Hibban, Thabrani, dan lainnya)
Salafi
Wahabi : Apa yang Salah dengan Slogan "Kembali kepada Al-Qur'an &
Sunnah ?
Mengapa hal
ini bisa terjadi dan apa yang salah ? Pembaca budiman, marilah kita telusuri
permasalahan ini satu demi satu, agar terlihat "sumber masalah" yang
ada pada slogan "Kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah" yang
kelihatannya sangat ideal itu.
Pertama, Hal itu terjadi karena Ibnu
Taimiyah kerapkali mengeluarkan fatwa-fatwa ganjil mengenai akidah atau syari'at
yang justru menyalahi Al-Qur'an, Sunnah, dan ijma' para ulama. Bahkan,
gara-gara ke-nyeleneh-annya itu, ia sering ditangkap , disidangkan, dan
dipenjara, sampai-sampai iapun wafat dalam penjara di Damaskus. Tercatat
sedikitnya ada 60 ulama besar (baik yang sezaman dengan Ibnu Taimiyah maupun
yang sesudahnya) yang menulis pembahasan khusus untuk mengungkap kejanggalan
dan kekeliruan pada sebagian fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah dan ajaran yang
disebarkannya (lihat al-Maqalat as-Sunniyyah karya Syaikh Abdullah
al-Harari). Begitu juga dengan Muhammad ibnu Abdul Wahhab, tokoh pendiri
Wahabi-sosok temperamental dan kejam yang telah membunuh ribuan umat Islam
sesame hidupnya- hampirvsemua ulama yang hidup sezaman dengannya menggap
ajarannya sesat, sebagaimana telah dikupas dalam buku ini.
Kedua, prinsip " Kembali kepada
Al-Qur'an dan Sunnah" adalah benar secara teoritis, dan sangat ideal bagi
setiap orang yang mengaku beragama Islam. Tetapi yang harus diperhatikan
adalah, apa yang benar secara teoritis belum tentu benar secara praktis, sebab
menimbang kapasitas dan kapabilitas (kemampuan) tiap orang dalam memahami
Al-Qur'an dan Sunnah yang tentu berbeda-beda. Maka, bisa dipastikan bahwa
kesimpulan pemahaman seorang 'alim –yang menguasai bahasa Arab dan
segala disiplin ilmu yang menyangkut perangkat penafsiran atau ijtihad-
terhadap Al-Qur'an atau Sunnah akan jauh berbeda dengan kesimpulan pemahaman
yang dihasilkan oleh orang awam (yang hanya membaca sedikit kitab-kitab ulama
dan tidak memiliki keahlian khusus, meskipun dia orang Arab, apalagi jika dia
tidak pandai berbahasa Arab dan hanya mengandalkan buku-buku terjemah Al-Qur'an
atau terjemah Sunnah). Hal ini seperti yang penulis rasakan sendiri ketika
masih kuliah di Timur Tengah : begitu banyaknya orang Arab yang awm tentang
ajaran Islam, meskipun dia pakar dalam bidang bahasa Arab. Sebab, jika semua
orang Arab 'berhak' untuk menafsirkan Al-Qur'an sekehendak hatinya tanpa
mengerti rambu-rambunya dan boleh berijtihad tanpa keahlian yang dia miliki,
maka semua orang arab menjadi ulama. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Tdak
semua orang Arab mengerti agama, bahkan banyak dari mereka yang 'lebih dajjal'
daripada dajjal. Itulah sebabnya, kenapa tidak sembarang orang boleh berijtihad
dan mengeluarkan fatwa.
Ketiga, Al-Qur'an dan Sunnah sudah dibahas
dan dikaji oleh para ulama terdahulu yang memiliki keahlian yang sangat mumpuni
untuk melakukan hal itu. Sebut saja, misalnya, ulama Mazhab yang Empat, para mufassirin
(ulama tafsir), muhadditsin (ulama hadits), fuqoha (ulama fikih),
ulama akidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang diwakili oleh Asya'irah dan
Maturidiyah, dan mutashawwifin (ulama tasawuf/akhlak). Mereka telah
menulis beribu-ribu jilid kitab dalam rangka menjelaskan kandungn Al-Qur'an dan
Sunnah secara gambling dan terperinci, sebagai wujud kasih saying mereka
terhadap umat yang hidup di kemudian hari. Karya-karya besar itu merupakan
pemahaman para ulama yang disebut di dalam Al-Qur'an sebagai ahludz-dzikr, yang
kemudian disampaikan kepada umat Islam secara turun-temurun dari generasi ke
generasi secara berantai sampai saat ini.
Keempat, para ulama telah menghidangkan penjelasan
tentang Al-Qur'an dan Sunnah di dalam kitab-kitab mereka kepada umat sebagai
sebuah "hasil jadi". Para ulama itu bukan saja telah memberikan
kemudahan kepada umat untuk dapat memahami agama dengan baik tanpaproses
pengkajian atau penelitian yang rumit, tetapi juga telah menyediakan jalan
keselamatan bagi umat agar terhindar dari pemahaman yang keliru terhadap
Al-Qur'an dan Sunnah (yang sangat mungkin terjadi jika mereka melakukan
pengkajian tanpa bekal yang mumpuni seperti yang dimiliki para ulama tersebut).
Boleh dibilang, kemampuan yang dimiliki para ulama itu tak mungkin lagi bisa
dicapai oleh orang setelahnya, terlebih di zaman ini. Sebab, masa hidup mereka
masih dekat denan masa hidup Rasulullah Saw. dan para sahabat (dan momen waktu
ini tidak mungkin terulang), belum lagi keunggulan hapalan, penguasaan berbagai
bidang ilmu, lingkungan yang shaleh, wara' (kehati-hatian), keikhlasan,
keberkahan, dan lain sebagainya. Pendek kata, para ulama seakan-akan telah
menghidangkan "makanan siap saji" yang siap disantap oleh umat tanpa
repot-repot meracik atau memasaknya terlebih dahulu, sebab para ulama tahu
bahwa kemampuan "meracik" atau "memasak" itu tidak dimiliki
setiap orang. Saat kaum Salafi Wahabi mengajak umat untuk tidak menikmati
hidangan para ulama, dan mengalihkan mereka untuk langsung merujuk kepada
Al-Qur'an dan Sunnah dengan dalih "pemurnian agama" dari pencemaran
"pendapat" manusia (baca : ulama), berarti sama saja dengan menyuruh
orang lapar untuk membuang hidangan yang siap disantapnya, lalu menyuruhnya
menanam padi.
Salafi
wahabi menuduh orang-orang selain mereka telah melakukan berbagai
"pencemaran" ajaran Islam, dan hanya mereka yang melakukan
"pemurnian" ajaran Islam dengan "Kembali kepada Al-Qur'an dan
Sunnah". Padahal pada hakikatnya, apa yang dituduhkan Salafi Wahabi
sebagai "pencemaran" (yang dilakukan para ulama yang shaleh dan
ikhlas itu) adalah upaya yang luar biasa untuk melindungi umat dari kesesatan.
Sebaliknya, "pemurnian" yang diklaim oleh kaum Salafi Wahabi adalah
penodaan terhadap Al-Qur'an dan Sunnah itu sendiri. Pencemaran terbesar yang
dilakukan Salafi Wahabi terhadap Al-Qur'an dan Sunnah adalah saat mereka
mengharamkan begitu banyak perkara yang tidak diharamkan oleh Al-Qur'an dan
Sunnah, saat mereka menyebutkan secara terperinci amalan-amalan yang mereka
vonis sebagai bid'ah sesat atas nama Allah dan Rasulullah Saw., padahal
Allah tidak pernah menyebutkannya dalam Al-Qur'an dan Rasulullah Saw. tidak
pernah menyatakannya di dalam Sunnahnya.
Dari uraian
di atas, nyatalah bahwa orang yang "Kembali kepada Al-Qur'an dan
Sunnah" belum tentu dapat dianggap benar, dan bahwa para ulama yang telah
menulis ribuan jilid kitab tidak mengutarakan pendapat menurut hawa nfsu
mereka. Amat ironis bila karya-karya para ulama yang jelas-jelas mengerti
tentang Al-Qur'an dan Sunnah itu dituduh oleh kaum Salafi Wahabi sebagai
"kumpulan manusia yang tidak berdasar pada dalil", sementara kaum
Salafi Wahabi sendiri –yang jelas-jelas hanya memahami dalil secara harfiyah
(tekstual) dan sangat banyak ajaran mereka yang menyimpang dari Al-Qur'an dan
Sunnah itu sendiri –dengan sombongnya menyatakan diri sebagai orang yang paling
sejalan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
|
Bisa didapat di kota-kota Anda terdekat. hubungi Agen Kami.. |